Sabtu, 15 Januari 2011

KONSEP FRAKTUR

KONSEP FRAKTUR (PATAH TULANG)

OLEH : AGUS SUHERMAN WANGSA

A. PENGERTIAN

™ Fraktur adalah Discontinuitas dari jaringan tulang (patah tulang) yang biasanya di sebabkan oleh adanya kekerasan yang timbul secara mendadak (Bernard Bloch, 1986)

™ Fraktur adalah putusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai tipe dan luasnya (Harnowo, 2002)

™ Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Arif, 2000)

B. KLASIFIKASI KLINIS

1. Fraktur dahan patah (Greenstick fracture) :

- Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah, sedang sisi lainnya membengkok

- Terjadi pada anak-anak, tulang patah dibawah lapisan periosteum yang elastis dan tebal (lapisan periosteum itu sendiri tidak rusak)

2. Fissura fraktur :

- Patah tulang yang tidak disertai perubahan letak yang berarti

3. Fraktur yang lengkap (complete fracture) :

- Patah tulang yang disertai dengan terpisahnya bagian-bagian tulang (gambar 1 & 3)

4. Communited fracture :

- Patah tulang menjadi beberapa fragmen (gambar 2)

5. Fraktur tekan (stress fracture):

- Kerusakan tulang karena kelemahan yang terjadi sesudah berulang-ulang ada tekanan berlebihan yang tidak lazim

6. Impacted fracture :

- Fragmen-fragmen tulang terdorong masuk kearah dalam tulang satu sama lain, sehingga tidak dapat terjadi gerakan diantara fragmen-fragmen itu

Selain klasifikasi diatas, fraktur juga diklasifikasikan menjadi :

1. Fraktur tertutup / closed atau disebut juga “fraktur simplex” :

- Bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, atau

- Patahan tulang disini tidak mempunyai hubungan dengan udara terbuka

2. Fraktur terbuka / open (compound fracture) :

- Bila tedapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit.

- Kulit terobek :

(a) dari dalam karena fragmen tulang yang menembus kulit

(b) karena kekerasan yang berlangsung dari luar

- Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat (menurut R. Gustillo), yaitu :

Ø Derajat I :

- luka <>

- kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda lunak remuk

- fraktur sederhana, transversal, oblik atau kominutif ringan

- kontaminasi minimal

Ø Derajat II :

- laserasi > 1 cm

- kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulsi

- fraktur kominutif sedang

- kontaminasi sedang

Ø Derajat III :

- Terjadi keusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat ini terbagi atas :

a. Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi luas/flap/avulsi; atau fraktur segmental/sangat kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besanya ukuran luka

b. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulangyang terpapar atau kontamnasi masif

c. Luka pada pembulu arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.

3. Fraktur komplikata : disini persendian, syaraf, pembuluh darah atau organ viscera juga ikut terkena. Fraktur seperti ini dapat berbentuk “fraktur tertutup” atau “fraktur terbuka”.

Contoh seperti :

- Fraktur pelvis tertutup ………………… ruptura vesica urinaria

- Fraktur costa …………………………... luka pada paru-paru

- Fraktur corpus humeri ………………… paralisis nervus radialis

4. Fraktur patologis : karena adanya penyakit lokal pada tulang, maka kekerasan yang ringan saja pada bagian tersebut sudah dapat menyebabkan fraktur. Contoh : tumor/sarcoma, osteoporosis dll.

C. MANIFESTASI KLINIS FRAKTUR

Manifestasi klinis fraktur adalah didapatkan adanya riwayat trauma, nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan local dan perubahan warna.

· Nyeri, terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Nyeri tekan saat dipalpasi akan terlihat pada daerah fraktur (tenderness). Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang

· Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan / hilangnya fungsi anggota badan dan persendian-persendian yang terdekat dan cenderung bergerak secara tidak alamiah (Gerakan luar biasa / gerakan-gerakan yang abnormal) bukannya tetap rigid seperti normalnya.

· Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan “Deformitas/ Perubahan bentuk” (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot.

· Pada fraktur panjang, terjadi “Pemendekan tulang” yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci)

· Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan “Krepitasi/krepitus” yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. (Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat)

· Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bias baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur. Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi (permukaan patahan saling terdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik dan pemeriksaan sinar-x pasien. Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera pada daerah tersebut. Bila berdasarkan pengamatan klinis diduga ada fraktur, maka perlakukanlah sebagai fraktur sampai terbukti lain.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

™ Pemeriksaan sinar-X dapat membuktikan fraktur tulang

™ Scan tulang dapat membuktikan adanya fraktur stres

E. KOMPLIKASI FRAKTUR

1. Komplikasi segera

™ Lokal :

- kulit : abrasi, laserasi, penetrasi

- pembuluh darah : robek

- sistem syaraf : sumsum tulang belakang, saraf tepi motorik dan sensorik

- otot

- organ dalam : jantung, paru, hepar, limpa, kandung kemih

™ Umum :

- ruda paksa multipel

- syok : hemoragik, neurogenik

2. Komplikasi dini

™ Lokal :

- nekrosis kulit, gangren, osteomyelitis, dll

™ Umum :

- ARDS, emboli paru, tetanus

3. Komplikasi lama

™ Lokal :

- sendi : ankilosis fibrosa, dll

- tulang gagal taut/taut lama/salah taut

- patah tulang ulang

- osteomyelitis, dll

- otot/tendo: ruptur tendo, dll

- syaraf ; kelumpuhan saraf lambat

™ Umum :

- batu ginjal (akibat imobilisasi lama ditempat tidur)

F. PENATALAKSANAAN FRAKTUR

1. Penatalaksanaan secara umum

Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing) dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara terperinci. Waktu tejadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.

2. Penatalaksanaan kedaruratan

Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak menyadari adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah, maka bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk mengimobilisasi bagain tubuh segara sebelum pasien dipindahkan. Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga diatas dan dibawah tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan fragmen patahan tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak dan perdarahan lebih lanjut.

Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian yang memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang

Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara dengan bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang. Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga dilakukan dengan membebat kedua tungkai bersama, dengan ektremitas yang sehat bertindak sebagai bidai bagi ekstremitas yang cedera. Pada cedera ektremitas atas, lengan dapat dibebatkan ke dada, atau lengan bawah yang cedera digantung pada sling. Peredaran di distal cedera harus dikaji untuk menntukan kecukupan perfusi jaringan perifer.

Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali melakukan reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar melalui luka. Pasanglah bidai sesuai yang diterangkan diatas.

Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pakaian dilepaskan dengan lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian dari sisi cedera. Pakaian pasien mungkin harus dipotong pada sisi cedera. Ektremitas sebisa mungkin jangan sampai digerakkan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.

3. Penatalaksanaan bedah ortopedi

Banyak pasien yang mengalami disfungsi muskuloskeletal harus menjalani pembedahan untuk mengoreksi masalahnya. Masalah yang dapat dikoreksi meliputi stabilisasi fraktur, deformitas, penyakit sendi, jaringan infeksi atau nekrosis, gangguan peredaran darah (mis; sindrom komparteman), adanya tumor. Prpsedur pembedahan yang sering dilakukan meliputi Reduksi Terbuka dengan Fiksasi Interna atau disingkat ORIF (Open Reduction and Fixation). Berikut dibawah ini jenis-jenis pembedahan ortoped dan indikasinya yang lazim dilakukan :

· Reduksi terbuka : melakukan reduksi dan membuat kesejajaran tulang yang patah setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan pemajanan tulang yang patah

· Fiksasi interna : stabilisasi tulang patah yang telah direduksi dengan skrup, plat, paku dan pin logam

· Graft tulang : penggantian jaringan tulang (graft autolog maupun heterolog) untuk memperbaiki penyembuhan, untuk menstabilisasi atau mengganti tulang yang berpenyakit.

· Amputasi : penghilangan bagian tubuh

· Artroplasti : memperbaiki masalah sendi dengan artroskop (suatu alat yang memungkinkan ahli bedah mengoperasi dalamnya sendi tanpa irisan yang besar) atau melalui pembedahan sendi terbuka

· Menisektomi : eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak

· Penggantian sendi : penggantian permukaan sendi dengan bahan logam atau sintetis

· Penggantian sendi total : penggantian kedua permukaan artikuler dalam sendi dengan logam atau sintetis

· Transfer tendo : pemindahan insersi tendo untuk memperbaiki fungsi

· Fasiotomi : pemotongan fasia otot untuk menghilangkan konstriksi otot atau mengurangi kontraktur fasia.

4. Prinsip penanganan fraktur

Prinsip-prinsip tindakan/penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi :

a. Reduksi,

- Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis

- Sasarannya adalah untuk memperbaiki fragmen-fragmen fraktur pada posisi anatomik normalnya.

- Metode untuk reduksi adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mengalami penyembuhan.

ü Reduksi tertutup, pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan “Manipulasi dan Traksi manual”. Sebelum reduksi dan imobilisasi, pasien harus dimintakan persetujuan tindakan, analgetik sesuai ketentuan dan bila diperlukan diberi anestesia. Ektremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips, bidai atau alat lain dipasang oleh dokter. Alat imobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan ektremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-x harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.

ü Traksi, dapat digumnakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.

ü Reduksi terbuka, pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, palt, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahan kan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.

b. Imobilisasi,

- Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan.

- Sasarannya adalah mempertahankan reduksi di tempatnya sampai terjadi penyembuhan

- Metode untuk mempertahankan imobilisasi adalah dengan alat-alat “eksternal” bebat, brace, case, pen dalam plester, fiksator eksterna, traksi, balutan) dan alat-alat “internal” (nail, lempeng, sekrup, kawat, batang, dll)

Tabel.1. Perkiraan waktu imobilisasi yang dibutuhkan untuk penyatuan tulang fraktur

No


Posisi / lokasi fraktur


Lamanya dalam minggu

1.


Falang (jari)


3-5

2.


Metakarpal


6

3.


Karpal


6

4.


Skafoid


10 (atau sampai terlihat penyatuan pada sinar-x

5.


Radius dan ulna


10-12

6.


Humerus :

· Supra kondiler

· Batang

· Proksimal (impaksi)

· Proksimal (dengan pergeseran)


3

8-12

3

6-8

7.


Klavikula


6-10

8.


Vertebra


16

9.


Pelvis


6

10.


Femur :

· Intrakapsuler

· Intratrokhanterik

· Batang

· Suprakondiler


24

10-12

18

12-15

11.


Tibia :

· Proksimal

· Batang

· Maleolus


8-10

14-20

6

12.


Kalkaneus


12-16

13.


Metatarsal


6

14.


Falang (jari kaki)


3

c. Rehabilitasi,

- Sasarannya meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan normal pada bagian yang sakit

- Untuk mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan mempertahankan reduksi dan imobilisasi adalah peninggian untuk meminimalkan bengkak, memantau status neurovaskuler (misalnya; pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan), mengontrol ansietas dan nyeri (mis; meyakinkan, perubahan posisi, strategi peredaran nyeri, termasuk analgetika), latihan isometrik dan pengaturan otot, partisipasi dalam aktifitas hidup sehari-hari, dan melakukan aktifitas kembali secara bertahap dapat memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri. Pengembalian bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutik.

Tabel.2. Ringkasan tindakan terhadap fraktur

Sasaran Tindakan terhadap fraktur

· Mengembalikan fragmen tulang ke posisi anatomis normal (reduksi)

· Mempertahankan reduksi sampai terjadi penyembuhan (imobilisasi)

· Mempercepat pengembalian fungsi dan kekuatan normal bagian yang terkena (rehabilitasi)

Metode untuk mencapai reduksi fraktur

· Reduksi tertutup

· Traksi

· Reduksi terbuka

Metode mempertahankan imobilisasi

· Alat eksterna

· Alat interna

Mempertahankan dan mengembalikan fungsi

· Mempertahankan reduksi dan imobilisasi

· Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan

· Memantau status neuruvaskuler

· Mengontrol kecemasan dan nyeri

· Latihan isometric dan setting otot

· Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari

· Kembali aktivitas secara bertahap

G. TAHAP-TAHAP PENYEMBUHAN FRAKTUR

Secara ringkas tahap penyembuhan tulang adalah sebagai berikut :

1. Stadium Pembentukan Hematom

™ Hematom terbentuk dari darah yang mengalir yang berasal dari pembuluh darah yang robek

™ Hematom dibungkus jaringan lunak sekitar (periosteum & otot)

™ Terjadi sekitar 1-2 x 24 jam

2. Stadium Proliferasi sel/inflamasi

™ Sel-sei berproliferasi dari lapisan dalam periosteum, sekitar lokasi fraktur

™ Sel-sel ini menjadi precursor osteoblast

™ Sel-sel ini aktif tumbuh kearah fragmen tulang

™ Proliferasi juga terjadi di jaringan sumsum tulang

™ Terjadi setelah hari ke-2 kecelakaan terjadi

3. Stadium Pembentukan Kallus

™ Osteoblast membentuk tulang lunak (kallus)

™ Kallus memberikan rigiditas pada fraktur

™ Jika terlihat massa kallus pada X-ray berarti fraktur telah telah menyatu

™ Terjadi setelah 6-10 hari setelah kecelakaan terjadi

4. Stadium Konsolidasi

™ Kallus mengeras danerjadi proses konsolidasi. Fraktur teraba telah menyatu

™ Secara bertahap menjadi tulang mature

™ Terjadi pada minggu ke 3-10 setelah kecelakaan

5. Stadium Remodeling

™ Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada lokasi eks fraktur

™ Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklast

™ Pada anak-anak remodeling dapat sempurna, pada dewasa masih ada tanda penebalan tulang

H. GANGGUAN YANG DAPAT TERJADI PADA PROSES PENYEMBUHAN FRAKTUR

Pada proses penyembuhan patah tulang ini dapat mengalami beberapa gangguan, diantaranya adalah :

1. Terjadi perlambatan penyembuhan patah tulang, disebut juga “pertautan lambat”dan dengan berlalunya waktu pertautan akan terjadi.

2. Patah tulang tidak menyambung sama sekali, meskipun ditunggu berapa lama

™ Gagalnya pertautan mengakibatkan pseudartrosis atau sendi palsu karena bagian bekas patah tulang ini dapat digerakkan seperti sendi

3. Terjadi pertautan namun dalam posisi yang salah, keadaan ini disebut juga “salah-taut”.

I. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES PENYEMBUHAN FRAKTUR

a. Faktor yang mengganggu penyembuhan fraktur

1. Imobilisasi yang tidak cukup

™ Imobilisasi dalam balutan gips umumnya memenuhi syarat imobilisasi, asalkan persendian proksimal dan distal dari patah tulang turut di imobilisasi.

™ Gerakan minimal pada ujung pecahan patah tulang di tengah otot dan di dalam lingkaran kulit dalam gips, yang misalnya disebabkan oleh latihan ekstremitas yang patah tulang tidak mengganggu, bahkan dapat merangsang perkembangan kalus. Hal ini berlaku nutuk atah tulang yang ditangani gips maupun traksi.

2. Infeksi

™ Infeksi di daerah patah tulang merupakan penyulit berat

™ Hematom merupakan lingkungan subur untuk kuman patologik yang dapat menyebabkan osteomyelitis di kedua ujung patah tulang, sehingga proses penyembuhan sama sekali tidak dapat berlangsung.

3. Interposisi

™ Interposisi jaringan seperti otot atau tendo antara kedua fragmen patah tulang dapat menjadi halangan perkembangan kalus antara ujung patahan tulang

™ Penyebab yang lain, karena distraksi yang mungkin disebabkan oleh kelebihan traksi atau karena tonus dan tarikan otot.

4. Gangguan perdarahan setempat

™ Pendarahan jaringan tulang yang mencukupi untuk membentuk tulang baru merupakan syarat mutlak penyatuan fraktur.

5. Trauma local ekstensif

6. Kehilangan tulang

7. Rongga atau jaringan diantara fragmen tulang

8. Keganasan local

9. Penyakit tulang metabolic (mis; penyalit paget)

10. Radiasi (nekrosis radiasi

11. Nekrosis avaskuler

12. Fraktur intra artikuler (cairan sinovial mengandung fibrolisin, yang akan melisis bekuan darah awal dan memperlambat pembentukan jendala

13. Usia (lansia sembuh lebih lama)

14. Kortikosteroid (menghambat kecepata perbaikan)

b. Faktor yang mempercepat penyembuhan fraktur

a. Imobilisasi fragmen tulang

b. Kontak fragmen tulang maksimal

c. Asupan darah yang memadai

d. Nutrisi yang baik

e. Latihan-pembebanan berat badan untuk tulang panjang

f. Hormon-hormon pertumbuhan, tiroid kalsitonin, vitamain D, steroid anabolic

g. Potensial listrik pada patahan tulang

Romeltea Media
PENGERTIAN IMUNISASI Updated at:

KONSEP FRAKTUR


KONSEP FRAKTUR (PATAH TULANG)

OLEH : AGUS SUHERMAN WANGSA

A. PENGERTIAN

™ Fraktur adalah Discontinuitas dari jaringan tulang (patah tulang) yang biasanya di sebabkan oleh adanya kekerasan yang timbul secara mendadak (Bernard Bloch, 1986)

™ Fraktur adalah putusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai tipe dan luasnya (Harnowo, 2002)

™ Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Arif, 2000)

B. KLASIFIKASI KLINIS

1. Fraktur dahan patah (Greenstick fracture) :

- Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah, sedang sisi lainnya membengkok

- Terjadi pada anak-anak, tulang patah dibawah lapisan periosteum yang elastis dan tebal (lapisan periosteum itu sendiri tidak rusak)

2. Fissura fraktur :

- Patah tulang yang tidak disertai perubahan letak yang berarti

3. Fraktur yang lengkap (complete fracture) :

- Patah tulang yang disertai dengan terpisahnya bagian-bagian tulang (gambar 1 & 3)

4. Communited fracture :

- Patah tulang menjadi beberapa fragmen (gambar 2)

5. Fraktur tekan (stress fracture):

- Kerusakan tulang karena kelemahan yang terjadi sesudah berulang-ulang ada tekanan berlebihan yang tidak lazim

6. Impacted fracture :

- Fragmen-fragmen tulang terdorong masuk kearah dalam tulang satu sama lain, sehingga tidak dapat terjadi gerakan diantara fragmen-fragmen itu

Selain klasifikasi diatas, fraktur juga diklasifikasikan menjadi :

1. Fraktur tertutup / closed atau disebut juga “fraktur simplex” :

- Bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, atau

- Patahan tulang disini tidak mempunyai hubungan dengan udara terbuka

2. Fraktur terbuka / open (compound fracture) :

- Bila tedapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit.

- Kulit terobek :

(a) dari dalam karena fragmen tulang yang menembus kulit

(b) karena kekerasan yang berlangsung dari luar

- Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat (menurut R. Gustillo), yaitu :

Ø Derajat I :

- luka <>

- kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda lunak remuk

- fraktur sederhana, transversal, oblik atau kominutif ringan

- kontaminasi minimal

Ø Derajat II :

- laserasi > 1 cm

- kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulsi

- fraktur kominutif sedang

- kontaminasi sedang

Ø Derajat III :

- Terjadi keusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat ini terbagi atas :

a. Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi luas/flap/avulsi; atau fraktur segmental/sangat kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besanya ukuran luka

b. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulangyang terpapar atau kontamnasi masif

c. Luka pada pembulu arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.

3. Fraktur komplikata : disini persendian, syaraf, pembuluh darah atau organ viscera juga ikut terkena. Fraktur seperti ini dapat berbentuk “fraktur tertutup” atau “fraktur terbuka”.

Contoh seperti :

- Fraktur pelvis tertutup ………………… ruptura vesica urinaria

- Fraktur costa …………………………... luka pada paru-paru

- Fraktur corpus humeri ………………… paralisis nervus radialis

4. Fraktur patologis : karena adanya penyakit lokal pada tulang, maka kekerasan yang ringan saja pada bagian tersebut sudah dapat menyebabkan fraktur. Contoh : tumor/sarcoma, osteoporosis dll.

C. MANIFESTASI KLINIS FRAKTUR

Manifestasi klinis fraktur adalah didapatkan adanya riwayat trauma, nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan local dan perubahan warna.

· Nyeri, terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Nyeri tekan saat dipalpasi akan terlihat pada daerah fraktur (tenderness). Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang

· Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan / hilangnya fungsi anggota badan dan persendian-persendian yang terdekat dan cenderung bergerak secara tidak alamiah (Gerakan luar biasa / gerakan-gerakan yang abnormal) bukannya tetap rigid seperti normalnya.

· Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan “Deformitas/ Perubahan bentuk” (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot.

· Pada fraktur panjang, terjadi “Pemendekan tulang” yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci)

· Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan “Krepitasi/krepitus” yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. (Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat)

· Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bias baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur. Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi (permukaan patahan saling terdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik dan pemeriksaan sinar-x pasien. Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera pada daerah tersebut. Bila berdasarkan pengamatan klinis diduga ada fraktur, maka perlakukanlah sebagai fraktur sampai terbukti lain.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

™ Pemeriksaan sinar-X dapat membuktikan fraktur tulang

™ Scan tulang dapat membuktikan adanya fraktur stres

E. KOMPLIKASI FRAKTUR

1. Komplikasi segera

™ Lokal :

- kulit : abrasi, laserasi, penetrasi

- pembuluh darah : robek

- sistem syaraf : sumsum tulang belakang, saraf tepi motorik dan sensorik

- otot

- organ dalam : jantung, paru, hepar, limpa, kandung kemih

™ Umum :

- ruda paksa multipel

- syok : hemoragik, neurogenik

2. Komplikasi dini

™ Lokal :

- nekrosis kulit, gangren, osteomyelitis, dll

™ Umum :

- ARDS, emboli paru, tetanus

3. Komplikasi lama

™ Lokal :

- sendi : ankilosis fibrosa, dll

- tulang gagal taut/taut lama/salah taut

- patah tulang ulang

- osteomyelitis, dll

- otot/tendo: ruptur tendo, dll

- syaraf ; kelumpuhan saraf lambat

™ Umum :

- batu ginjal (akibat imobilisasi lama ditempat tidur)

F. PENATALAKSANAAN FRAKTUR

1. Penatalaksanaan secara umum

Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing) dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara terperinci. Waktu tejadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.

2. Penatalaksanaan kedaruratan

Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak menyadari adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah, maka bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk mengimobilisasi bagain tubuh segara sebelum pasien dipindahkan. Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga diatas dan dibawah tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan fragmen patahan tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak dan perdarahan lebih lanjut.

Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian yang memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang

Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara dengan bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang. Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga dilakukan dengan membebat kedua tungkai bersama, dengan ektremitas yang sehat bertindak sebagai bidai bagi ekstremitas yang cedera. Pada cedera ektremitas atas, lengan dapat dibebatkan ke dada, atau lengan bawah yang cedera digantung pada sling. Peredaran di distal cedera harus dikaji untuk menntukan kecukupan perfusi jaringan perifer.

Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali melakukan reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar melalui luka. Pasanglah bidai sesuai yang diterangkan diatas.

Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pakaian dilepaskan dengan lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian dari sisi cedera. Pakaian pasien mungkin harus dipotong pada sisi cedera. Ektremitas sebisa mungkin jangan sampai digerakkan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.

3. Penatalaksanaan bedah ortopedi

Banyak pasien yang mengalami disfungsi muskuloskeletal harus menjalani pembedahan untuk mengoreksi masalahnya. Masalah yang dapat dikoreksi meliputi stabilisasi fraktur, deformitas, penyakit sendi, jaringan infeksi atau nekrosis, gangguan peredaran darah (mis; sindrom komparteman), adanya tumor. Prpsedur pembedahan yang sering dilakukan meliputi Reduksi Terbuka dengan Fiksasi Interna atau disingkat ORIF (Open Reduction and Fixation). Berikut dibawah ini jenis-jenis pembedahan ortoped dan indikasinya yang lazim dilakukan :

· Reduksi terbuka : melakukan reduksi dan membuat kesejajaran tulang yang patah setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan pemajanan tulang yang patah

· Fiksasi interna : stabilisasi tulang patah yang telah direduksi dengan skrup, plat, paku dan pin logam

· Graft tulang : penggantian jaringan tulang (graft autolog maupun heterolog) untuk memperbaiki penyembuhan, untuk menstabilisasi atau mengganti tulang yang berpenyakit.

· Amputasi : penghilangan bagian tubuh

· Artroplasti : memperbaiki masalah sendi dengan artroskop (suatu alat yang memungkinkan ahli bedah mengoperasi dalamnya sendi tanpa irisan yang besar) atau melalui pembedahan sendi terbuka

· Menisektomi : eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak

· Penggantian sendi : penggantian permukaan sendi dengan bahan logam atau sintetis

· Penggantian sendi total : penggantian kedua permukaan artikuler dalam sendi dengan logam atau sintetis

· Transfer tendo : pemindahan insersi tendo untuk memperbaiki fungsi

· Fasiotomi : pemotongan fasia otot untuk menghilangkan konstriksi otot atau mengurangi kontraktur fasia.

4. Prinsip penanganan fraktur

Prinsip-prinsip tindakan/penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi :

a. Reduksi,

- Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis

- Sasarannya adalah untuk memperbaiki fragmen-fragmen fraktur pada posisi anatomik normalnya.

- Metode untuk reduksi adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mengalami penyembuhan.

ü Reduksi tertutup, pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan “Manipulasi dan Traksi manual”. Sebelum reduksi dan imobilisasi, pasien harus dimintakan persetujuan tindakan, analgetik sesuai ketentuan dan bila diperlukan diberi anestesia. Ektremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips, bidai atau alat lain dipasang oleh dokter. Alat imobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan ektremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-x harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.

ü Traksi, dapat digumnakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.

ü Reduksi terbuka, pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, palt, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahan kan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.

b. Imobilisasi,

- Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan.

- Sasarannya adalah mempertahankan reduksi di tempatnya sampai terjadi penyembuhan

- Metode untuk mempertahankan imobilisasi adalah dengan alat-alat “eksternal” bebat, brace, case, pen dalam plester, fiksator eksterna, traksi, balutan) dan alat-alat “internal” (nail, lempeng, sekrup, kawat, batang, dll)

Tabel.1. Perkiraan waktu imobilisasi yang dibutuhkan untuk penyatuan tulang fraktur

No


Posisi / lokasi fraktur


Lamanya dalam minggu

1.


Falang (jari)


3-5

2.


Metakarpal


6

3.


Karpal


6

4.


Skafoid


10 (atau sampai terlihat penyatuan pada sinar-x

5.


Radius dan ulna


10-12

6.


Humerus :

· Supra kondiler

· Batang

· Proksimal (impaksi)

· Proksimal (dengan pergeseran)


3

8-12

3

6-8

7.


Klavikula


6-10

8.


Vertebra


16

9.


Pelvis


6

10.


Femur :

· Intrakapsuler

· Intratrokhanterik

· Batang

· Suprakondiler


24

10-12

18

12-15

11.


Tibia :

· Proksimal

· Batang

· Maleolus


8-10

14-20

6

12.


Kalkaneus


12-16

13.


Metatarsal


6

14.


Falang (jari kaki)


3

c. Rehabilitasi,

- Sasarannya meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan normal pada bagian yang sakit

- Untuk mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan mempertahankan reduksi dan imobilisasi adalah peninggian untuk meminimalkan bengkak, memantau status neurovaskuler (misalnya; pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan), mengontrol ansietas dan nyeri (mis; meyakinkan, perubahan posisi, strategi peredaran nyeri, termasuk analgetika), latihan isometrik dan pengaturan otot, partisipasi dalam aktifitas hidup sehari-hari, dan melakukan aktifitas kembali secara bertahap dapat memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri. Pengembalian bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutik.

Tabel.2. Ringkasan tindakan terhadap fraktur

Sasaran Tindakan terhadap fraktur

· Mengembalikan fragmen tulang ke posisi anatomis normal (reduksi)

· Mempertahankan reduksi sampai terjadi penyembuhan (imobilisasi)

· Mempercepat pengembalian fungsi dan kekuatan normal bagian yang terkena (rehabilitasi)

Metode untuk mencapai reduksi fraktur

· Reduksi tertutup

· Traksi

· Reduksi terbuka

Metode mempertahankan imobilisasi

· Alat eksterna

· Alat interna

Mempertahankan dan mengembalikan fungsi

· Mempertahankan reduksi dan imobilisasi

· Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan

· Memantau status neuruvaskuler

· Mengontrol kecemasan dan nyeri

· Latihan isometric dan setting otot

· Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari

· Kembali aktivitas secara bertahap

G. TAHAP-TAHAP PENYEMBUHAN FRAKTUR

Secara ringkas tahap penyembuhan tulang adalah sebagai berikut :

1. Stadium Pembentukan Hematom

™ Hematom terbentuk dari darah yang mengalir yang berasal dari pembuluh darah yang robek

™ Hematom dibungkus jaringan lunak sekitar (periosteum & otot)

™ Terjadi sekitar 1-2 x 24 jam

2. Stadium Proliferasi sel/inflamasi

™ Sel-sei berproliferasi dari lapisan dalam periosteum, sekitar lokasi fraktur

™ Sel-sel ini menjadi precursor osteoblast

™ Sel-sel ini aktif tumbuh kearah fragmen tulang

™ Proliferasi juga terjadi di jaringan sumsum tulang

™ Terjadi setelah hari ke-2 kecelakaan terjadi

3. Stadium Pembentukan Kallus

™ Osteoblast membentuk tulang lunak (kallus)

™ Kallus memberikan rigiditas pada fraktur

™ Jika terlihat massa kallus pada X-ray berarti fraktur telah telah menyatu

™ Terjadi setelah 6-10 hari setelah kecelakaan terjadi

4. Stadium Konsolidasi

™ Kallus mengeras danerjadi proses konsolidasi. Fraktur teraba telah menyatu

™ Secara bertahap menjadi tulang mature

™ Terjadi pada minggu ke 3-10 setelah kecelakaan

5. Stadium Remodeling

™ Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada lokasi eks fraktur

™ Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklast

™ Pada anak-anak remodeling dapat sempurna, pada dewasa masih ada tanda penebalan tulang

H. GANGGUAN YANG DAPAT TERJADI PADA PROSES PENYEMBUHAN FRAKTUR

Pada proses penyembuhan patah tulang ini dapat mengalami beberapa gangguan, diantaranya adalah :

1. Terjadi perlambatan penyembuhan patah tulang, disebut juga “pertautan lambat”dan dengan berlalunya waktu pertautan akan terjadi.

2. Patah tulang tidak menyambung sama sekali, meskipun ditunggu berapa lama

™ Gagalnya pertautan mengakibatkan pseudartrosis atau sendi palsu karena bagian bekas patah tulang ini dapat digerakkan seperti sendi

3. Terjadi pertautan namun dalam posisi yang salah, keadaan ini disebut juga “salah-taut”.

I. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES PENYEMBUHAN FRAKTUR

a. Faktor yang mengganggu penyembuhan fraktur

1. Imobilisasi yang tidak cukup

™ Imobilisasi dalam balutan gips umumnya memenuhi syarat imobilisasi, asalkan persendian proksimal dan distal dari patah tulang turut di imobilisasi.

™ Gerakan minimal pada ujung pecahan patah tulang di tengah otot dan di dalam lingkaran kulit dalam gips, yang misalnya disebabkan oleh latihan ekstremitas yang patah tulang tidak mengganggu, bahkan dapat merangsang perkembangan kalus. Hal ini berlaku nutuk atah tulang yang ditangani gips maupun traksi.

2. Infeksi

™ Infeksi di daerah patah tulang merupakan penyulit berat

™ Hematom merupakan lingkungan subur untuk kuman patologik yang dapat menyebabkan osteomyelitis di kedua ujung patah tulang, sehingga proses penyembuhan sama sekali tidak dapat berlangsung.

3. Interposisi

™ Interposisi jaringan seperti otot atau tendo antara kedua fragmen patah tulang dapat menjadi halangan perkembangan kalus antara ujung patahan tulang

™ Penyebab yang lain, karena distraksi yang mungkin disebabkan oleh kelebihan traksi atau karena tonus dan tarikan otot.

4. Gangguan perdarahan setempat

™ Pendarahan jaringan tulang yang mencukupi untuk membentuk tulang baru merupakan syarat mutlak penyatuan fraktur.

5. Trauma local ekstensif

6. Kehilangan tulang

7. Rongga atau jaringan diantara fragmen tulang

8. Keganasan local

9. Penyakit tulang metabolic (mis; penyalit paget)

10. Radiasi (nekrosis radiasi

11. Nekrosis avaskuler

12. Fraktur intra artikuler (cairan sinovial mengandung fibrolisin, yang akan melisis bekuan darah awal dan memperlambat pembentukan jendala

13. Usia (lansia sembuh lebih lama)

14. Kortikosteroid (menghambat kecepata perbaikan)

b. Faktor yang mempercepat penyembuhan fraktur

a. Imobilisasi fragmen tulang

b. Kontak fragmen tulang maksimal

c. Asupan darah yang memadai

d. Nutrisi yang baik

e. Latihan-pembebanan berat badan untuk tulang panjang

f. Hormon-hormon pertumbuhan, tiroid kalsitonin, vitamain D, steroid anabolic

g. Potensial listrik pada patahan tulang

Romeltea Media
PENGERTIAN IMUNISASI Updated at:

CAMPAK/MORBILI

Desember 2008
CAMPAK / MORBILI

oleh : AGUS SUHERMAN WANGSA


A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. DEFINISI

o Campak adalah penyakit infeksi menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu stadium kataral, stadium erupsi dan stadium konvalesensi.

o Campak adalah suatu infeksi akut yang sangat menular ditandai oleh gejala prodormal panas, batuk, pilek, radang mata disertai dengan timbulnya bercak merah makulopapurer yang menyebar ke seluruh tubuh yang kemudian menghitam dan mengelupas.

2. ETIOLOGI

Penyebabnya sejenis virus yang tergolong dalam family Paramixovirus, yaitu genus virus morbili yang terdapat dalam secret nasofaring dan darah selama prodormal sampai 24 jam setelah timbul bercak-bercak.

Cara penularannya adalah dengan droplet dan kontak langsung.

3. MANIFESTASI KLINIS

a. Masa tunas 10 – 20 hari tanpa gejala.

b. Stadium kabaral / prodormal.

Berlangsung 4 – 5 hari disertai panas, malaise, batuk, fotopobia, konjungtivitis, bercak koplik coryza.

c. Stadium erupsi.

Berlangsung 2 – 3 hari setelah stadium prodormal. Timbul enantema pada palatum mole, pembesaran kelenjar getah bening di sudut mandibula, splenomegali, adanya ras makulo papous pada seluruh tubuh dan panas tinggi serta biasanya terjadi black measles.

d. Stadium konvalesensi (penyembuhan).

Erupsi berkurang meninggalkan hiperpigmentasi yang akan menghilang sendiri serta suhu menurun sampai menjadi normal.

4. PATOFISIOLOGI

Penularan terjadi secara droplet dan kontak virus ini melalui saluran pernafasan dan masuk ke system retikulo endothelial, berklembang biak dan selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh. Hal tersebut akan menimbulkan gejala pada saluran pernafasan, saluran cerna, konjungtiva dan disusul dengan gejala patoknomi berupa bercak koplik dan ruam kulit. Antibodi yang terbentuk berperan dalam timbulnya ruam pada kulit dan netralisasi virus dalam sirkulasi. Mekanisme imunologi seluler juga ikut berperan dalam eliminasi virus.

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan darah tepi hanya ditemukan adanya leukopeni.

b. Dalam sputum, sekresi nasal, sediment urine dapat ditemukan adanya multinucleated giant sel yang khas.

c. Pada pemeriksaan serologi dengan cara hemaglutination inhibition test dan complement fiksatior test akan ditemukan adanya antibody yang spesifik dalam 1 – 3 hari setelah timbulnya ras dan mencapai puncaknya pada 2 – 4 minggu kemudian.

6. PENATALAKSANAAN TERAPI

Morbili merupakan suatu penyakit self – limiting, sehingga pengobatannya hanya bersifat symtomatik, yaitu:

o Memperbaiki keadaan umum.

o Antipiretika bila suhu tinggi.

o Seldativum.

o Obat batuk.

Antibiotic diberikan bila ada infeksi sekunder. Kortikosteroid dosis tinggi biasanya diberikan kepada penderita morbili yang mengalami ensefalitis, yaitu:

o Hidrokostison 100 – 200 mg/hari selama 3 – 4 hari.

o Prednison 2 mg/kgBB/hari untuk jangka waktu 1 minggu.


B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

a. Biodata

o Anak yang sakit.

o Orang tua.

b. Riwayat kesehatan

o Keluhan utama.

o RPS (demam tinggi, anoreksia, malaise, dll).

o Riwayat kesehatan lalu.

o Riwayat kesehatan keluarga.

o Riwayat kehamilan (anak yang sakit). ANG…..x, imunisasi……x, ada kelainan / tidak.

o Riwayat imunisasi (bayi dan anak).

o Riwayat nutrisi.

o Riwayat tumbuh kembang.

c. Pola aktivitas sehari-hari

o Nutrisi / minum : 1) Dirumah

2) Dirumah sakit

o Tidur / istirahat : 1) Dirumah

2) Dirumah sakit

o Kebersihan : 1) Dirumah

2) Dirumah sakit

o Eliminasi : 1) Dirumah

2) Dirumah sakit

d. Pemeriksaan fisik

o K/U lemah

o TTV (suhu di atas 38oC)

o Pemeriksaan mulai dari kepala – musculoskeletal termasuk neurology.

e. Pemeriksaan penunjang

o Pemeriksaan darah

o Pemeriksaan sel giant

o Pemeriksaan serologis

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.

b. Ganguan peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi virus.

c. Gangguan rasa aman dan nyaman berhubungan dengan adanya demam, tidak enak bedan, pusing, mulut terasa pahit, kadang-kadang muntah dan gatal.

d. Resiko terjadi komplikasi berhubungan dengan daya tahan tubuh yang menurun.

e. Kurangnya pengetahuan orang tua tentang penyakit.

3. INTERVENSI / IMPLEMENTASI

a. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.

Kriteria – standart:

- Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan peningkatan yang tepat.

- Menunjukkan perilaku / perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat badan yang tepat.

Intervensi Keperawatan:

o Berikan banyak minum (sari buah-buahan, sirup yang tidak memakai es).

Rasional : untuk mengkompensasi adanya peningkatan suhu tubuh dan merangsang nafsu makan

o Berikan susu porsi sedikit tetapi sering (susu dibuat encer dan tidak terlalu manis, dan berikan susu tersebut dalam keadaan yang hangat ketika diminum).

Rasional : untuk memenuhi kebutuhan nutrisi melalui cairan bernutrisi.

o Berikan makanan lunak, misalnya bubur yang memakai kuah, sup atau bubur santan memakai gula dengan porsi sedikir tetapi dengan kuantitas yang sering.

Rasional : untuk memudahkan mencerna makanan dan meningkatkan asupan makanan.

o Berikan nasi TKTP, jika suhu tubuh sudah turun dan nafsu makan mulai membaik.

Rasional : untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh setelah sakit.

b. Ganguan peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi virus.

Criteria – standart:

- Pasien menunjukkan adanya penurunan suhu tubuh mencapai normal.

- Pasien menunjukkan tidak adanya komplikasi.

Intervensi keperawatan:

o Memberikan kompres dingin / hangat.

Rasional : untuk membantu dalam penurunan suhsu tubuh pada pasien.

o Kolaborasi medis untuk pemberian terapi antipiretikum.

Rasional : antipiretikum bekerja untuk menurunkan adanya kenaikan suhu tubuh.

o Pantau suhu lingkungan, batasi / tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi.

Rasional : suhu ruangan / jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu tubuh agar tetap normal.

c. Gangguan rasa aman dan nyaman berhubungan dengan adanya demam, tidak enak bedan, pusing, mulut terasa pahit, kadang-kadang muntah dan gatal.

Kriteria – standart:

- Pasien menunjukkan kenyamanan, tidak merasa gatal lagi.

- Badan kelihatan segar dan tidak merasa pusing.

Intervensi keperawatan:

o Bedaki tubuh anak dengan bedak salisil 1% atau lainnya atas resep dokter.

Rasional : bedak salisil 1% dapat mengurangi rasa gatal pada tubuh anak.

o Menghindari anak tidak tidur di bawah lampu karena silau dan membuat tidak nyaman.

Rasional : lampu yang terlalu terang membuat anak silau dan menambah rasa tidak nyaman.

o Selama demam masih tinggi tidak boleh dimandikan dan sering-sering dibedaki.

Rasional : tubuh yang dibedaki akan membuat rasa nyaman pasa pasien.

o Jika suhu tubuh turun, untuk mengurangi gatal dapat dimandikan dengan PK atau air hangat atau dapat juga dengan bethadine.

Rasional : air hangat / PK dapat mengurangi gatal dan menambah rasa nyaman.

d. Resiko terjadi komplikasi berhubungan dengan daya tahan tubuh yang menurun.

Criteria – standart:

- Pasien menunjukkan peningkatan kondisi tubuh.

- Daya tahan tubuh optimal tidak menunjukkan tanda-tanda mudah terserang panyakit.

Intervensi keperawatan:

o Mengubah sikap baring anak beberapa kali sehari dan berikan bantal untuk meninggikan kepalanya.

Rasional : meninggikan posisi kepala dapat memberikan sirkulasi udara dalam paru.

o Mendudukkan anak / dipangku pada waktu minum.

Rasional : mencegah terjadinya aspirasi.

o Menghindarkan membaringkan pasien di depan jendela atau membawanya keluar selama masih demam.

Rasional : menghindarkan anak terkena angin dan menambah suhu tubuh.

e. Kurangnya pengetahuan orang tua tentang penyakit.

Kriteria – standart:

- Orang tua menunjukkan mengerti tetang proses penyakit.

- Orang tua mengerti bagaimana pencegahan dan meningkatkan gizi agar tidak mudah timbul komplikasi yang berat.

Intervensi keperawatan:

o Memberikan penyuluhan tentang pemberian gizi yang baik bagi anak, terutama balita agar tidak mudah mendapat infeksi.

Rasional : memberikan pengetahuan kepada orang tua.

o Menjelaskan pada orang tua tentang morbili tentang hubungan pencegahan dengan vaksinasi campak dan peningkatan gizi agar tidak mudah timbul komplikasi yang berat.

Rasional : memberikan pengetahuan kepada orang tua tentang pencegahan penyakit anaknya.

4. EVALUASI

a. Suhu tubuh normal / turun (36,7oC – 37,6oC).

b. Cairan dan nutrisi dalam tubuh seimbang.

c. Tubuh tidak merasa gatal.

d. Orang tua / keluarga mengerti mengenai penyakit morbili dan pencegahannya.

C. LITERATUR

Kapita selekta Kedokteran Jilid 2, Jakarta: Media Aesculapius.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

Rampengan, T. H. 1993. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta: EGC.

Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak. 1985. Buku Kuliah 2 Ilmu KEsehatan Anak FKUI. Jakarta:

Romeltea Media
PENGERTIAN IMUNISASI Updated at:

CAMPAK/MORBILI

Desember 2008
CAMPAK / MORBILI

oleh : AGUS SUHERMAN WANGSA


A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. DEFINISI

o Campak adalah penyakit infeksi menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu stadium kataral, stadium erupsi dan stadium konvalesensi.

o Campak adalah suatu infeksi akut yang sangat menular ditandai oleh gejala prodormal panas, batuk, pilek, radang mata disertai dengan timbulnya bercak merah makulopapurer yang menyebar ke seluruh tubuh yang kemudian menghitam dan mengelupas.

2. ETIOLOGI

Penyebabnya sejenis virus yang tergolong dalam family Paramixovirus, yaitu genus virus morbili yang terdapat dalam secret nasofaring dan darah selama prodormal sampai 24 jam setelah timbul bercak-bercak.

Cara penularannya adalah dengan droplet dan kontak langsung.

3. MANIFESTASI KLINIS

a. Masa tunas 10 – 20 hari tanpa gejala.

b. Stadium kabaral / prodormal.

Berlangsung 4 – 5 hari disertai panas, malaise, batuk, fotopobia, konjungtivitis, bercak koplik coryza.

c. Stadium erupsi.

Berlangsung 2 – 3 hari setelah stadium prodormal. Timbul enantema pada palatum mole, pembesaran kelenjar getah bening di sudut mandibula, splenomegali, adanya ras makulo papous pada seluruh tubuh dan panas tinggi serta biasanya terjadi black measles.

d. Stadium konvalesensi (penyembuhan).

Erupsi berkurang meninggalkan hiperpigmentasi yang akan menghilang sendiri serta suhu menurun sampai menjadi normal.

4. PATOFISIOLOGI

Penularan terjadi secara droplet dan kontak virus ini melalui saluran pernafasan dan masuk ke system retikulo endothelial, berklembang biak dan selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh. Hal tersebut akan menimbulkan gejala pada saluran pernafasan, saluran cerna, konjungtiva dan disusul dengan gejala patoknomi berupa bercak koplik dan ruam kulit. Antibodi yang terbentuk berperan dalam timbulnya ruam pada kulit dan netralisasi virus dalam sirkulasi. Mekanisme imunologi seluler juga ikut berperan dalam eliminasi virus.

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan darah tepi hanya ditemukan adanya leukopeni.

b. Dalam sputum, sekresi nasal, sediment urine dapat ditemukan adanya multinucleated giant sel yang khas.

c. Pada pemeriksaan serologi dengan cara hemaglutination inhibition test dan complement fiksatior test akan ditemukan adanya antibody yang spesifik dalam 1 – 3 hari setelah timbulnya ras dan mencapai puncaknya pada 2 – 4 minggu kemudian.

6. PENATALAKSANAAN TERAPI

Morbili merupakan suatu penyakit self – limiting, sehingga pengobatannya hanya bersifat symtomatik, yaitu:

o Memperbaiki keadaan umum.

o Antipiretika bila suhu tinggi.

o Seldativum.

o Obat batuk.

Antibiotic diberikan bila ada infeksi sekunder. Kortikosteroid dosis tinggi biasanya diberikan kepada penderita morbili yang mengalami ensefalitis, yaitu:

o Hidrokostison 100 – 200 mg/hari selama 3 – 4 hari.

o Prednison 2 mg/kgBB/hari untuk jangka waktu 1 minggu.


B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

a. Biodata

o Anak yang sakit.

o Orang tua.

b. Riwayat kesehatan

o Keluhan utama.

o RPS (demam tinggi, anoreksia, malaise, dll).

o Riwayat kesehatan lalu.

o Riwayat kesehatan keluarga.

o Riwayat kehamilan (anak yang sakit). ANG…..x, imunisasi……x, ada kelainan / tidak.

o Riwayat imunisasi (bayi dan anak).

o Riwayat nutrisi.

o Riwayat tumbuh kembang.

c. Pola aktivitas sehari-hari

o Nutrisi / minum : 1) Dirumah

2) Dirumah sakit

o Tidur / istirahat : 1) Dirumah

2) Dirumah sakit

o Kebersihan : 1) Dirumah

2) Dirumah sakit

o Eliminasi : 1) Dirumah

2) Dirumah sakit

d. Pemeriksaan fisik

o K/U lemah

o TTV (suhu di atas 38oC)

o Pemeriksaan mulai dari kepala – musculoskeletal termasuk neurology.

e. Pemeriksaan penunjang

o Pemeriksaan darah

o Pemeriksaan sel giant

o Pemeriksaan serologis

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.

b. Ganguan peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi virus.

c. Gangguan rasa aman dan nyaman berhubungan dengan adanya demam, tidak enak bedan, pusing, mulut terasa pahit, kadang-kadang muntah dan gatal.

d. Resiko terjadi komplikasi berhubungan dengan daya tahan tubuh yang menurun.

e. Kurangnya pengetahuan orang tua tentang penyakit.

3. INTERVENSI / IMPLEMENTASI

a. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.

Kriteria – standart:

- Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan peningkatan yang tepat.

- Menunjukkan perilaku / perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat badan yang tepat.

Intervensi Keperawatan:

o Berikan banyak minum (sari buah-buahan, sirup yang tidak memakai es).

Rasional : untuk mengkompensasi adanya peningkatan suhu tubuh dan merangsang nafsu makan

o Berikan susu porsi sedikit tetapi sering (susu dibuat encer dan tidak terlalu manis, dan berikan susu tersebut dalam keadaan yang hangat ketika diminum).

Rasional : untuk memenuhi kebutuhan nutrisi melalui cairan bernutrisi.

o Berikan makanan lunak, misalnya bubur yang memakai kuah, sup atau bubur santan memakai gula dengan porsi sedikir tetapi dengan kuantitas yang sering.

Rasional : untuk memudahkan mencerna makanan dan meningkatkan asupan makanan.

o Berikan nasi TKTP, jika suhu tubuh sudah turun dan nafsu makan mulai membaik.

Rasional : untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh setelah sakit.

b. Ganguan peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi virus.

Criteria – standart:

- Pasien menunjukkan adanya penurunan suhu tubuh mencapai normal.

- Pasien menunjukkan tidak adanya komplikasi.

Intervensi keperawatan:

o Memberikan kompres dingin / hangat.

Rasional : untuk membantu dalam penurunan suhsu tubuh pada pasien.

o Kolaborasi medis untuk pemberian terapi antipiretikum.

Rasional : antipiretikum bekerja untuk menurunkan adanya kenaikan suhu tubuh.

o Pantau suhu lingkungan, batasi / tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi.

Rasional : suhu ruangan / jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu tubuh agar tetap normal.

c. Gangguan rasa aman dan nyaman berhubungan dengan adanya demam, tidak enak bedan, pusing, mulut terasa pahit, kadang-kadang muntah dan gatal.

Kriteria – standart:

- Pasien menunjukkan kenyamanan, tidak merasa gatal lagi.

- Badan kelihatan segar dan tidak merasa pusing.

Intervensi keperawatan:

o Bedaki tubuh anak dengan bedak salisil 1% atau lainnya atas resep dokter.

Rasional : bedak salisil 1% dapat mengurangi rasa gatal pada tubuh anak.

o Menghindari anak tidak tidur di bawah lampu karena silau dan membuat tidak nyaman.

Rasional : lampu yang terlalu terang membuat anak silau dan menambah rasa tidak nyaman.

o Selama demam masih tinggi tidak boleh dimandikan dan sering-sering dibedaki.

Rasional : tubuh yang dibedaki akan membuat rasa nyaman pasa pasien.

o Jika suhu tubuh turun, untuk mengurangi gatal dapat dimandikan dengan PK atau air hangat atau dapat juga dengan bethadine.

Rasional : air hangat / PK dapat mengurangi gatal dan menambah rasa nyaman.

d. Resiko terjadi komplikasi berhubungan dengan daya tahan tubuh yang menurun.

Criteria – standart:

- Pasien menunjukkan peningkatan kondisi tubuh.

- Daya tahan tubuh optimal tidak menunjukkan tanda-tanda mudah terserang panyakit.

Intervensi keperawatan:

o Mengubah sikap baring anak beberapa kali sehari dan berikan bantal untuk meninggikan kepalanya.

Rasional : meninggikan posisi kepala dapat memberikan sirkulasi udara dalam paru.

o Mendudukkan anak / dipangku pada waktu minum.

Rasional : mencegah terjadinya aspirasi.

o Menghindarkan membaringkan pasien di depan jendela atau membawanya keluar selama masih demam.

Rasional : menghindarkan anak terkena angin dan menambah suhu tubuh.

e. Kurangnya pengetahuan orang tua tentang penyakit.

Kriteria – standart:

- Orang tua menunjukkan mengerti tetang proses penyakit.

- Orang tua mengerti bagaimana pencegahan dan meningkatkan gizi agar tidak mudah timbul komplikasi yang berat.

Intervensi keperawatan:

o Memberikan penyuluhan tentang pemberian gizi yang baik bagi anak, terutama balita agar tidak mudah mendapat infeksi.

Rasional : memberikan pengetahuan kepada orang tua.

o Menjelaskan pada orang tua tentang morbili tentang hubungan pencegahan dengan vaksinasi campak dan peningkatan gizi agar tidak mudah timbul komplikasi yang berat.

Rasional : memberikan pengetahuan kepada orang tua tentang pencegahan penyakit anaknya.

4. EVALUASI

a. Suhu tubuh normal / turun (36,7oC – 37,6oC).

b. Cairan dan nutrisi dalam tubuh seimbang.

c. Tubuh tidak merasa gatal.

d. Orang tua / keluarga mengerti mengenai penyakit morbili dan pencegahannya.

C. LITERATUR

Kapita selekta Kedokteran Jilid 2, Jakarta: Media Aesculapius.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

Rampengan, T. H. 1993. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta: EGC.

Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak. 1985. Buku Kuliah 2 Ilmu KEsehatan Anak FKUI. Jakarta:

Romeltea Media
PENGERTIAN IMUNISASI Updated at:

PENGERTIAN IMUNISASI DAN CARA PEMBERIAN

Pengertian
• Suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit
• Suatu usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak terhadap penyakit tertentu
Tujuan
• Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan mneghilangkan penyakit tertentu dari dunia
• Apabila terjadi penyakit tidak akan terlalu parah dan dapat mencegah gejala yang dapat menimbulkan cacat atau kematian
• Melindungi seseorang terhadap penyakit tertentu (intermediate goal)
Respon imun
• Respon imun primer ialah respon imun yang terjadi pada pajanan pertama kalinya dengan antigen
• Respon imun sekunder ialah respon imun yang diharapkan akan memberi respon adekuat bila terpajan pada antigen yang serupa. Diberikannya vaksinasi berulang beberapa kali adalah agar mendapat titer antibodi yang cukup tinggi dan mencapai nilai protektif.
Jenis kekebalan
Dilihat dari cara timbulnya
• Kekebalan pasif
Kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh , bukan dibuat dari individu itu sendiri.
Kekebalan pasif alamiah, kekebalan pada janin yang diperoleh dari ibu dan tidak berlangsung lama(difteri,morbili, tetanus)
Kekebalan pasif buatan, kekebalan yang diperoleh setelah pemberian suntikan zat penolak (imunoglobulin).
• Kekebalan aktif
Kekebalan yang dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada antigen seperti pada imunisasi atau terpajan secara alamiah.
Kekebalan aktif biasanya prosesnya lambat tapi dapat berlangsung lama, akibat adanya memori imunologik.
Kekebalan aktif terbagi menjadi dua jenis, yaitu :
Kekebalan aktif alamiah, kekebalan yang diperoleh setelah mengalami atau sembuh dari suatu penyakit. Contoh : anak yang pernah menderita campak maka tidak akan terserang campak lagi
Kekebalan aktif buatan, kekebalan yang dibuat oleh tubuh setelah mendapat vaksin atau imunisasi. Contoh : BCG, DPT, polio dll.
Status imun penjamu
• Antibodi maternal spesifik terhadap virus campak pada fetus
• ASI (IgA sekretori) terhadap virus polio
• Maturitas imunologik, pada neonatus fungsi makrofag dan pembentukan antibodi spesifik terhadap antigen tertentu masih kurang
• Yang sedang mendapat imunosupresan
• Gizi buruk, dapat menurunkan fungsi sel sistem imun sehingga imunoglobulin yang terbentuk tidak dapat mengikat antigen dengan baik dan respon terhadap vaksin berkurang
Faktor genetik penjamu
Interaksi antara sel-sel sistem imun, secara genetik respon imun manusia dibagi atas responden baik, cukup dan rendah terhadap antigen tertentu, sehingga ditemukan keberhasilan vaksinasi yang tidak 100%.
Kualitas dan kuantitas vaksin
Vaksin adalah mikroorganisme yang diubah sedemikian rupa sehingga patogenisitasnya hilang tetapi masih tetap mengandung sifat antigenesitas
Faktor kualitas dan kuantitas yang dapat menentukan kkeberhasilan vaksinasi
• Cara pemberian
• Dosis
• Frekuensi dan jarak pemberian
• Jenis vaksin
Jenis vaksin
Live Attenuated yaitu bakteri atau virus hidup yang dilemahkan
Virus : campak, gondongan, rubella, Polio sabin, demam kuning
Bakteri : kuman TBC (BCG) dan demam tifoid oral
Inactivated yaitu bakteri atau virus atau komponennya yang dibuat tidak aktif atau dimatikan
Virus : influenza, Polio salk, rabies, hepatitis A
Bakteri : pertusis (DPT), typoid, kolera
Racun kuman seperti toksoid : dipteri toksoid (DPT), tetanus (TT)
Polisakarida murni : pneumokokkus, meningokokus dan haemophylus influenza
Vaksin yang dibuat dari protein : hepatitis B
Rantai vaksin
Adalah suatu prosedur yang digunakan untuk menjaga vaksin pada suhu tertentu yang telah ditetapkan agar memiliki potensi yang baik mulai dari pembuatan vaksin sampai pada saat pemberinanya pada sasaran
Sifat vaksin
Vaksin yang sensitif terhadap beku
Yaitu golongan vaksin yang akan rusak bila terpapar dengan suhu dingin atau suhu pembekuan. Contoh : hepatitis B, DPT-HB, DPT, DT, dan TT
Vaksin Pada suhu Dapat bertahan selama
Hep B, DPT-HB -0,5 ᴼC Max ½ jam
DPT, DT, TT -0,5ᴼC sd -10ᴼC Mak 1,5-2 jam
DPT, DPT-HB, DT Beberapa ᴼC diatas suhu udara luar (ambient temperatur <34ᴼC) 14 hari
Hep B dan TT Beberapa C diatas suhu udara luar (ambient temperatur <34ᴼC) 30 hari
Vaksin yang sensitif terhadap panas
Yaitu golongan yang akan rusak bila terpapar dengan suhu panas yang berlebihan. Contoh : polio, BCG dan campak
Vaksin Pada suhu Dapat bertahan selama
Polio Beberapa C diatas suhu udara luar (ambient temperatur <34ᴼC) 14 hari
Campak dan BCG Beberapa C diatas suhu udara luar (ambient temperatur <34ᴼC) 30 hari
Penanganan vaksin sisa
• Sisa vaksin yang telah dibuka pada pelayanan di posyandu tidak boleh dipergunakan lagi
• Sedang pelayanan imunisasi statis (di puskesmas, poliklinik), sisa vaksin dapat dipergunakan lagi dengan ketentuan sebagai berikut :
o Vaksin tidak melewati tanggal kadaluarsa
o Tetap disimpan dalam suhu +2ᴼC sd 8ᴼC
o Kemasan vaksin tidak pernah tercampur/terendam dengan air
o VVM tidak menunjukan indikasi paparan panas yang merusak
o Pada label agar ditulis tanggal pada saat vial pertama kali dipakai/dibuka
o Vaksin DPT, DT, TT, hepatitis B dan DPT-HB dapat digunakan kembali hingga 4 minggu sejak vial vaksin dibuka
o Vaksin polio dapat digunakan kembali hingga 3 minggu sejak vial dibuka
o Vaksin campak karena tidak mengandung zat pengawet hanya boleh digunakan tidak lebih dari 8 jam sejak dilarutkan. Sedangkan vaksin BCG hanya boleh digunakan 3 jam setelah dilarutkan
Tata cara pemberian imunisasi
• Memberitahukan secara rinci tentang resiko vaksinasi dan resiko apabila tidak divaksinasi
• Periksa kembali persiapan untuk melakukan pelayanan bila terjadi reaksi ikutan yang tidak diharapkan
• Baca tentang teliti informasi tentang produk (vaksin) yang akan diberikan, jangan lupa mengenai persetujuan yang telah diberikan
• Melakukan tanya jawab dengan orang tua atau pengasuhnya sebelum melakukan imunisasi
• Tinjau kembali apakah ada kontra indikasi terhadap vaksin yang akan diberikan
• Periksa identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik bila diperlukan
• Periksa jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah disimpan dengan baik
• Periksa vaksin yang akan diberikan apakah tampak tanda-tanda perubahan, periksa tanggal kadaluarsa dan catat hal-hal istimewa, misalnya perubahan warna menunjukan adanya kerusakan
• Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan ditawarkan pula vaksin lain untuk imunisasi tertinggal bila diperlukan
• Berikan vaksin dengan teknik yang benar yaitu mengenai pemilihan jarum suntik, sudut arah jarum suntik, lokasi suntikan dan posisi penerima vaksin
Setelah pemberian vaksin
• Berilah petunjuk kepada orang tua atau pengasuh apa yang harus dikerjakan dalam kejadian reaksi yang biasa atau reaksi ikutan yang lebih berat
• Catat imunisasi dalam rekam medis pribadi dan dalam catatan klinis
• Periksa status imunisasi anggota keluarga lainnya dan tawarkan vaksinasi untuk mengejar ketinggalan bila diperlukan
• Dalam situasi yang dilaksanakan untuk kelompok besar, pengaturan secara rinci bervariasi, namun rekomendasi tetap seperti diatas dan berpegang pada prinsip-prinsip higienis, surat persetujuan yang valid dan pemeriksaan/penilaian sebelum imunisasi harus dikerjakan
Pengenceran
Vaksin kering yang beku harus diencerkan dengan cairan pelarut khusus dan digunakan dalam periode tertentu
Pemberian vaksin pada bayi
Vaksin BCG BCG, DPT-Hep B, Hep B
Tempat suntikan Lengan kanan atas luar Paha tengah luar
Cara penyuntikan Intracutan Intramuscular/subcutan dalam
Dosis 0,05 cc 0,5 ml
Ukuran jarum 10 mm, ukuran 26 25 mm, ukuran 23
jenis Bubuk+pelarut Siap pakai
Vaksin Campak Polio
Tempat suntikan Lengan kiri atas Mulut
Cara penyuntikan Subcutan Diteteskan di mulut
Dosis 0,5 ml 2 tetes
Ukuran jarum 25 mm, ukuran 23
Jenis Siap pakai Botol dengan alat tetes mulut
Teknik dasar dan petunjuk keamanan pemberian vaksin
• Bagian tengah tutup botol metal dibuka sehingga kelihatan karet (tutup karet di desinfeksi)
• Tiap suntikan harus digunakan semprit dan jarum baru sekali pakai dan steril
• Sebaiknya tidak digunakan botol vaksin yang multidosis
• Kulit yang akan disuntik dibersihkan
• Semprit dan jarum harus dibuang dalam tempat tertutup dan diberi label tidak mudah robek dan bocor
• Tempat pembuangan jarum suntik bekas harus dijauhkan dari jangkauan anak-anak
JADWAL IMUNISASI WAJIB (PPI)
VAKSIN PROGRAM PENGEMBANGAN IMUNISASI (PPI)
• Vaksin BCG
• Vaksin Hepatitis B
• Vaksin Difteria, Pertusis, Tetanus (DPT)
• Vaksin Polio
• Vaksin Campak
VAKSIN BCG (Bacille Calmette Guerin)
• BCG adalah vaksin hidup yang dibuat dari mycobacterium bovis yang dibiakkan secara berulang selama 13 tahun (basil tidak virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas)
• Indikasi yaitu untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit tuberculosis (TBC) dimana vaksin BCG tidak mencegah infeksi TBC tetapi mengurangi resiko TBC berat seperti meningitis, TBC tulang
• Efek proteksi timbul 8-12 minggu setelah penyuntikan
• Cara pemberian dan dosis vaksin
Yaitu vaksin dilarutkan dulu dengan 4 cc pelarut, vaksin yang dilarutkan harus dibuang dalam 3 jam, dosis pada bayi < 1 tahun 0,05 ml sedangkan pada anak > 1 tahun 0,10 ml. Vaksin ini disuntikan secara intracutan pada daerah lengan kanan atas (insertio musculus deltoideus)
• Penyimpanan vaksin
Vaksin disimpan pada suhu 2-8ᴼC, tidak boleh beku dan tidak boleh terkena sinar matahari
• Vaksin yang sudah dilarutkan harus digunakan sebelum lewat dari 3 jam
Jadwal pemberian
• Diberikan pada bayi 0-12 bulan tapi sebaiknya diberikan pada umur ≤2 bulan
• Apabila diberikan >3 bulan harus terlebih dahulu dilakukan uji tuberkulin (mantoux)
• Vaksinasi ulang, yaitu 5-7 tahun dan 12-15 tahun (jika uji tuberkulin negatif)
• Khasiat BCG selama 3 tahun dan lama kekebalan selama 9 tahun
Efek samping
• Tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum
• Pada tempat penyuntikan terjadi ulkus lokal yang timbul 2-3 minggu setelah penyuntikan dan meninggalkan luka parut dengan diameter 4-8 mm
• Kadang-kadang terjadi pembesaran kelenjar regional di axila (ketiak) atau leher. Tergantung pada umur dan dosis yang dipakai, biasanya akan sembuh sendiri
Indikasi kontra
• Reaksi uji tuberkulin > 5 mm
• Sedang menderita HIV atau resiko tinggi infeksi HIV, imunokompromais akibat pengobatan kortikosteroid (leukimia), mendapat pengobatan radiasi, penyakit keganasan yang mengenai sumsum tulang atau sistem limfe
• Anak menderita gizi buruk
• Menderita demam tinggi
• Menderita infeksi kulit yang luas
• Pernah/masih menderita TBC
• Kehamilan
Proteksi
• Mulai 8-12 minggu pasca vaksinasi
• Daya lindung hanya 42% (WHO 50-78%)
• Mencegah TB berat 60-80%
VAKSIN HEPATITIS B
• Untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit hepatitis B
• Rekombinan DNA sel ragi tidak infeksius
• Pencegahan dapat diberikan dengan imunisasi pasif ataupun imunisasi aktif
Imunisasi pasif
• Dilakukan dengan pemberian imunoglobulin
IG/ISG (Immune Serum Globulin)
HBIG (Hepatitis B Immune Globulin)
• Diberikan baik sebelum terjadinya paparan (preexposure) maupun setelah terjadinya paparan (postexposure)
• Indikasi utama pemberian imunisasi pasif
o Paparan dengan darah yang mengandung HbsAg, baik melalui kulit maupun mukosa
o Paparan seksual dengan pengidap HbsAg (+)
o Paparan perinatal ibu dengan HbsAg (+)
Pemberian vaksin
• Pada kecelakaan jarum suntik
Dosis : 0,06 ml/kg maks 5 ml harus diberikan dalam waktu 24 jam, diulangi 1 bulan kemudian
• Paparan seksual
Dosis tunggal 0,06 ml/kg, dosis maks 5 ml harus diberikan dalam jangka waktu 2 minggu
• Paparan perinatal
Dosis : 0,5 ml harus diberikan sebelum 48 jam
Imunisasi aktif
Dilakukan dengan pemberian partikel HbsAg yang tidak infeksius
Ada 3 jenis vaksin hepatitis B
• Vaksin yang berasal dari plasma
• Vaksin yang dibuat dengan teknik rekayasa genetika
• Vaksin polipeptida
Vaksin yang beredar di Indonesia
• Hevac-B (dosis ; dewasa 5 ug, anak 2,5 ug, pada ibu HbsAg (+) dosis 2x lipat)
• Hepaccine (dosis : dewasa 2 ug, anak 1,5 ug)
• B-Hepavac II (dosis ; dewasa 10 ug, anak 5 ug)
• Hepa-B (dosis : dewasa 20 ug)
• Engerix-B (dosis : anak 10 ug)
• Penyuntikan dilakukan secara intramuscular, didaerah deltoid atau paha anterior (jangan dilakukan didaerah bokong)
• Efek samping yang terjadi umumnya ringan, seperti nyeri, bengkak, panas, mual, nyeri sendi maupun otot
Jadwal pemberian
• Imunisasi Hb diberikan sedini mungkin setelah lahir
• Pemberian imunisasi Hb harus berdasarkan status HbsAg ibu pada saat melahirkan
Bayi lahir dari ibu yang tidak diketahui status HbsAg nya
Vaksin rekombinan (Hb Vax-II 5 ug at Engerix-B10ug) atau vaksin plasma derived 10 ug (dalam waktu 12 jam), dosis kedua pada usia 1-2 bulan, dosis ketiga pada usia 6 bulan
Bayi lahir dari ibu yang HbsAg nya (+)
Diberikan 0,5 ml HBIG dan vaksin rekombinan secara bersamaan di sisi tubuh yang berbeda dalam waktu 12 jam, dosis kedua pada usia 1-2 bulan, dosis ketiga pada usia 6 bulan
Bayi lahir dari ibu yang HbsAg nya (-)
Diberikan vaksin rekombinan atau vaksin plasma derived pada umur 2-6 bulan, dosis kedua pada 1-2 bulan kemudian, dosis ketiga diberikan 6 bulan setelah imunisasi kesatu
• Idealnya dilakukan Px anti HbsAg (paling cepat 1 bulan)
• Imunisasi ulang Hb (pada umur 10-12 tahun)
Kejadian ikutan pasca imunisasi
• Reaksi lokal kemerahan, nyeri, bengkak, demam ringan 2 hari
• Reaksi sistemik : mual muntah, nyeri kepala, nyeri otot, nyeri sendi
Indikasi kontra
Sampai saat ini belum dipastikan adanya kontra indikasi absolut terhadap pemberian imunisasi hb terkecuali pada ibu hamil, laergi pada komponen vaksin, demam tinggi.
VAKSIN DPT
Tujuan pemberian vaksin ini adalah untuk memberikan kekebalan aktif yang bersamaan terhadap penyakit Difteri, Pertusis dan Tetanus
Difteri dan tetanus : toksoid yang dimurnikan
Pertusis : bakteri mati, terabsorbsi dalam alumunium fosfat
Tiap 1 ml terdiri dari 40Lf toksoid difteria, 24 OU pertusis, 15 Lf toksoid tetanus, alumunium fosfat 3 mg, thimerosal 0,1 mg
Toksoid Difteria
• Untuk imunisasi primer terhadap difteri digunakan toksoid difteri (alum precipitated formol toxoid) yang digabung dengan tetanus toxoid dan vaksin pertusis
• Imunisasi rutin pada anak, diberikan dengan 5 dosis yaitu pada usia 2, 4, 6 bulan yang diberikan bersamaan dengan polio. Dosis ulangan pada 15-18 bulan dan saat masuk sekolah harus diberikan sekurang-kurangnya 6 bulan setelah dosis ketiga
• Kombinasi toxoid difteri dan tetanus (DT)
Vaksin pertusis
• Untuk imunisasi yang dipakai adalah vaksin pertusis whole-cell (alum precipitated vaccine) yaitu vaksin yang merupakan suspensi kuman B pertusis mati
• Umumnya diberikan kombinasi bersama toxoid difteri dan tetanus
Toksoid tetanus
• Vaksin tetanus dikenal 2 macam vaksin yaitu :
Vaksin yang digunakan untuk imunisasi aktif adalah toxoid tetanus yang telah dilemahkan
• Kemasan tunggal (TT)
• Kemasan dengan vaksin difteri (DT)
• Kemasan dengan vaksin difteri dan pertusis (DPT)
Kuman yang telah dimatikan yang digunakan untuk imunisasi pasif (ATS)
Jadwal pemberian
Upaya depkes dan kesos melaksanakan program eliminasi tetanus neonatorum (ETN) DPT I, DT atau TT dilaksanakan berdasarkan perkiraan lama waktu perlindungan sebagai berikut :
• Imunisasi DPT 3x akan memberikan imunitas 1-3 tahun. Dengan 3 dosis toxoid tetannus pada bayi, dihitung setara dengan 2 dosis toxoid pad anak besar atau dewasa
• Ulangan DPT pada umur 18-24 bulan (DPT 4) akan memperpanjang imunitas 5 tahun yaitu sampai dengan umur 6-7 tahun. Dengan 4 dosis toxoid tetanus pada bayi dan anak dihitung setara dengan 3 dosis pada dewasa
• Toxoid tetanus kelima (DPT 5) diberikan pada usia sekolah, akan memperpanjang imunitas 10 tahun lagi sampai umur 17-18 tahun. Dengan 5 toxoid tetanus pada anak dihitung setara dengan 4 dosis toxoid dewasa
• Tetanus toxoid tambahan yang diberikan pada tahun berikutnya di sekolah (DT 6 atau DT) akan memperpanjang imunitas 20 tahun lagi. Dengan 6 dosis toxoid tetanus pada anak dihitung setara dengan 5 dosis toxoid pada dewasa
• Jadi PPI merekomendasikan tetanus toxoid (DPT, DT, TT) 5x untuk memberikan perlindungan seumur hidup sehingga wanita usia subur (WUS) mendapat perlindungan terhadap bayi yang dilahirkan terhadap tetanus neonatorum.
Imunisasi Spacing Masa perlindungan Tujuan
T1 Mengembangkan kekebalan tubuh pada infeksi
T2 4 pekan setelah T1 3 tahun Menyempurnakan kekebalan
T3 6 bulan setelah T2 5 tahun Menguatkan kekebalan
T4 1 tahun setelah T3 10 tahun Menguatkan kekebalan
T5 1 tahun setelah T4 25 tahun Mendapatkan kekebalan penuh
Indikasi kontra
• Riwayat anafilaksis
• Ensefalopati pasca DPT sebelumnya
KIPI
• Lokal : bengkak, kemerahan, nyeri pada tempat suntikan
• Demam, gelisah, menangis terus menerus
• Reaksi anafilaktik, ensefalopati 1/50.000 dosis
VAKSIN POLIO
Ada 2 macam jenis vaksin polio
• Vaksin virus polio oral (OPV)
• Vaksin polio inactivated (IPV)
Vaksin virus polio oral (OPV)
• OPV berisi virus polio tipe 1, 2 dan 3 adalah strain/suku sabin yang masih hidup tapi sudah dilemahkan (attenuated), vaksin ini dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera yang distabilkan dengan sukrosa
• Vaksin ini digunakan secara rutin sejak bayi lahir dengan dosis 2 tetes oral. Virus vaksin ini kemudian menempatkan diri di usus san memacu pembentukan antibodi baik dalam darah maupun pada epitelium usus, yang menghasilkan pertahanan lokal terhadap virus polio liar yang datang masuk kemudian
• Vaksin polio oral harus disimpan tertutup pada suhu 2-8ᴼC. OPV dapat disimpan beku pada temperatur 20ᴼC. Vaksin yang beku dapat cepat dicairkan dengan cara ditempatkan antara kedua telapak tangan dan digulir-gulirkan, dijaga agar warna tidak berubah yaitu merah muda sampai orange muda (sebagai indikator pH). Bila keadaan tersebut dapat terpenuhi, maka sisa vaksin yang telah terpakai dapat dibekukan lagi, kemudian dipakai lagi sampai warna berubah dengan catatan tanggal kadaluarsa harus selalu diperhatikan.
Vaksin polio inactivated (IPV) atau vaksin polio injeksi
• IPV berisi tipe 1, 2 dan 3 dibiakan pada sel-sel fero ginjal kera dan dibuat tidak aktif dengan formaldehid
• IPV harus disimpan pada suhu 2-8ᴼC dan tidak boleh dibekukan
• Pemberian dengan dosis 0,5 ml, SC 3x berturut-turut dengan jarak masing-masing dosis 2 bulan
• Imunitas mukosa yang ditimbulkan IPV lebih rendah dibandingkan dengan yang ditimbulkan OPV
• OPV diberikan pada BBL sebagai dosis awal, sesuai dengan Pengembangan Program Imunisasi (PPI) dan Program Eradiksi Polio (ERAPO) tahun 2000
• Kemudian diteruskan dengan imunisasi dasar mulai umur 2-3 bulan yang diberikan 3 dosis terpisah berturut-turut dengan interval waktu 6-8 minggu
• Satu dosis sebanyak 2 tetes (0,1 ml) diberikan per oral pada umur 2-3 bulan dapat diberikan bersama-sama waktunya dengan suntikan vaksin DPT dan hepatitis B
Imunisasi penguat (booster)
• Dosis penguat OPV harus diberikan sebelum masuk sekolah, yaitu bersamaan pada saat diberikan dosis DPT sebagai penguat
• Dosis OPV berikutnya harus diberikan pada umur 15-19 tahun atau sebelum meninggalkan sekolah
• Orang dewasa yang telah mendapatkan imunisasi sebelumnya, tidak diperlukan vaksinasi penguat, kecuali mereka yang dalam resiko khusus,
Imunisasi untuk orang dewasa
• Untuk orang dewasa sebagai imunisasi primer (dasar) dianjurkan diberikan 3 dosis berturut-turut OPV 2 tetes dengan jarak 4-8 minggu
• Interval minimal antara 2 dosis vaksinasi dapat diperpanjang dan dapat menyelesaikan vaksinasinya tanpa mengulang lagi
• Demua orang dewasa seharusnya divaksinasi terhadap poliomielinitis dan tidak boleh ada yang tertinggal
KIPI
Setelah vakisnasi, sebagian kecil resipien dapat mengalami gejala
• Pusing-pusing
• Diare ringan
• Sakit pada otot
Kontrai indikasi pemberian OPV
• Penyakit akut atau demam (suhu >38,5 C)
• Muntah atau diare
• Sedang dalam proses pengobatan kortikosteroid atau imuno supresif oral maupun suntikan, juga pengobatan radiasi umum
• Keganasan (untuk pasien dan kontak) yang berhubungan dengan sistem retikuloendotelial seperti limfoma, leukimia, dan anak dengan mekanisme imunologik yang terganggu, misal pada hipo-gamaglobulinemia
• Menderita infeksi HIV/anggota keluarga sebagai kontak
VAKSIN CAMPAK
Tahun 1963 dibuat dua jenis vaksin campak
• Vaksin yang berasal dari virus campak yang hidup dan dilemahkan, jangan terkena sinar matahari
• Vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan (virus campak yang berada dalam larutan formalin yang dicampur dengan garam alumunium)
• Tiap 0,5 ml mengandung 1000 u virus strain CAM 70, 100 mcg kanamisin, 30 mg eritromisin
Dosis dan cara pemberian
• Dosis minimal untuk vaksin yang dilemahkan adalah 0,5 ml secara subcutan atau intra muscular
• Jadwal pemberian campak pada bayi umur 9-11 bulan
• Imunisasi ulangan diberikan pada saat anak masuk sekolah usia 6-7 tahun dalam program BIAS
Reaksi KIPI
• Demam >39,5 C, biasanya setelah hari ke 5-6 dan berlangsung selama 2 hari
• Ruam, timbul pada hari ke 7-10 dan berlangsung selama 2-4 hari
Kontra indikasi
• Demam tinggi
• Sedang memperoleh pengobatan imunosupresi
• Hamil
• Mempunyai riwayat alergi
JADWAL IMUNISASI ANJURAN (NON PPI)
• Vaksin Haemophilus Influenza B (Hib)
• Vaksin Mumps Morbili Rubela (MMR)
• Vaksin Demam Thypoid
• Vaksin Hepatitis A
• Vaksin Varicella
Vaksin Haemophilus Influenza type B
• Yaitu Polisakarida H. Influenza tipe b dikonjugasikan pada toksoid tetanus, trometamol, sukrosa dan NaCl
• Suspensi berkabut keputihan
• Kombinasi dengan DTaP/DTwP
• Lokasi penyuntikan umur <2 tahun di paha mid anterolateral dan usia > 2 tahun di deltoid
Vaksin Mumps Morbili Rubela (MMR)
• Virus campak Schwarz hidup yang dilemahkan dalam embrio ayam
• Virus gondong Urabe dibiak dalam telur ayam
• Virus rubela Wistar dibiak pada sel deploid manusia
• Penyuntikan dilakukan secara subcutan atau intramuscular
• Direkomendasikan pada usia 12-18 bulan
• Serokonversi pada >95% kasus
• Kontraindikasi : imunodepresi, hamil, pasca imunoglobulin, transfusi darah (tunda 6-12 minggu).
• Tetap diberikan pada anak yang pernah campak, gondongan ataupun rubella
• Tidak ada bukti sahih berkaitan dengan autisme
Vaksin Demam Thypoid
• Komposisi terdiri dari polisakarida kapsul VI Salmonella typhi, Fenol, Nacl, NaHPO3H
• Diberikan secara intramuscular, pada usia > 2 tahun
• Imunitas 2-3 minggu pasca vaksinasi
• Imunogenitas rendah pada umur < 2 tahun
• Perlindungan 3 tahun
• Tidak melindungi terhadap Salmonella paratyphi A dan B
Vaksin Hepatitis A
• Virus inaktif dalam formaldehid
• Indikasi : anak usia > 2 tahun, endemis, sering transfusi (hemofilia), tinggal di panti asuhan
• Indikasi kontra : demam, infeksi akut, hipersensitif terhadap komponen vaksin
• Diberikan secara intramuscular
• Protektif pada 95-100%
Vaksin Varisela
• Virus hidup dilemahkan, strain Oka
• Diberikan secara subcutan
• Kontra indikasi : demam, sakit akut
• Jangan diberikan bersama vaksin hidup lain
• Jangan hamil dalam 2 bulan
• Tidak efektif bila transfusi gamma globulin
• Diberikan pada anak usia 1-13 tahun
• Rekomendasi IDAI muali usia 5 tahun
• Serokonversi : 94% (2 minggu setelah vaksinasi), 100% (6 minggu setelah vaksinasi)
• Aman, efektif dan ekonomis
Vaksin Influenza-1
• Virus tidak aktif dalam prefilled syringe (PFS)
• Bahan lain : telur, neomisin, formaldehid
• Penyimpanan pada suhu 2-8ᴼC , jangan terkena sinar matahari maupun beku
• Tiap tahun starin dapat berbeda berdasarkan rekomendasi WHO : selatan dan utara
• Strain 2004 untuk daerah selatan
o H1N1 (new Caledonia/20/99)
o H3N2 (Fujian/411/2002)
o Hongkong/330/2001
o Penyuntikan dilakukan secara intramuscular atau subcutan
6-35 bulan dosis 0,25 ml, >36 bulan dosis 0,5 ml, <8 tahun perlu booster 4 minggu kemudian
• Vaksinasi diulang tiap tahun
Vaksin kombinasi (tetract-Hib dan Infantrix-Hib)
• Tetract-Hib : kombinasi DPwT+Hib
• Infanrix-Hib : kombinasi DPaT+Hib
DPwT/DpaT dalam vial, Hib dalam PFS (prefilled syringe)
• Sebelum disuntikan, dicampur dengan menyedot DPwT/DpaT ke dalam PFS Hib
• Kontra indikasi
Sama dengan komponen masing-masing vaksin
Vaksin Pneumokokkus (Prevenar)
• Terdiri dari 7 sakarida yang berbeda (serotipe 4, 6B, 9V, 14, 18C, 19F, 23F)
• Konjugasi dengan 20 ug dari masing-masing 6 serotipe
• Bebas pengawet dan bebas thimerosal
• Dosis 0,5 ml diberikan secara intramuscular
• Manfaat : mengurangi resiko invasive pneumococcal disease (IPD), radang paru (pneumonia), radang telinga tengah dan pengobatannya, pembawa kuman (nashoparyngeal carriage), Occult becteremia, dan mungkin efektif pada anak yang tak responsif dengan vaksin pneumokokkus polisakarida (PPV)
Sumber
Diktat kuliah
Modul 2 : EPI vaccines. 1998. Hal 2. Geneva
Pedoman imunisasi di Indonesia. 2005. hal 88
Vademecum biofarma. 2002
WHO : expanded programme or immunization . immunization in practice
Posted in BBL, ilmu kesehatan anak, MTBS

Romeltea Media
PENGERTIAN IMUNISASI Updated at:

PENGERTIAN IMUNISASI DAN CARA PEMBERIAN

Pengertian
• Suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit
• Suatu usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak terhadap penyakit tertentu
Tujuan
• Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan mneghilangkan penyakit tertentu dari dunia
• Apabila terjadi penyakit tidak akan terlalu parah dan dapat mencegah gejala yang dapat menimbulkan cacat atau kematian
• Melindungi seseorang terhadap penyakit tertentu (intermediate goal)
Respon imun
• Respon imun primer ialah respon imun yang terjadi pada pajanan pertama kalinya dengan antigen
• Respon imun sekunder ialah respon imun yang diharapkan akan memberi respon adekuat bila terpajan pada antigen yang serupa. Diberikannya vaksinasi berulang beberapa kali adalah agar mendapat titer antibodi yang cukup tinggi dan mencapai nilai protektif.
Jenis kekebalan
Dilihat dari cara timbulnya
• Kekebalan pasif
Kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh , bukan dibuat dari individu itu sendiri.
Kekebalan pasif alamiah, kekebalan pada janin yang diperoleh dari ibu dan tidak berlangsung lama(difteri,morbili, tetanus)
Kekebalan pasif buatan, kekebalan yang diperoleh setelah pemberian suntikan zat penolak (imunoglobulin).
• Kekebalan aktif
Kekebalan yang dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada antigen seperti pada imunisasi atau terpajan secara alamiah.
Kekebalan aktif biasanya prosesnya lambat tapi dapat berlangsung lama, akibat adanya memori imunologik.
Kekebalan aktif terbagi menjadi dua jenis, yaitu :
Kekebalan aktif alamiah, kekebalan yang diperoleh setelah mengalami atau sembuh dari suatu penyakit. Contoh : anak yang pernah menderita campak maka tidak akan terserang campak lagi
Kekebalan aktif buatan, kekebalan yang dibuat oleh tubuh setelah mendapat vaksin atau imunisasi. Contoh : BCG, DPT, polio dll.
Status imun penjamu
• Antibodi maternal spesifik terhadap virus campak pada fetus
• ASI (IgA sekretori) terhadap virus polio
• Maturitas imunologik, pada neonatus fungsi makrofag dan pembentukan antibodi spesifik terhadap antigen tertentu masih kurang
• Yang sedang mendapat imunosupresan
• Gizi buruk, dapat menurunkan fungsi sel sistem imun sehingga imunoglobulin yang terbentuk tidak dapat mengikat antigen dengan baik dan respon terhadap vaksin berkurang
Faktor genetik penjamu
Interaksi antara sel-sel sistem imun, secara genetik respon imun manusia dibagi atas responden baik, cukup dan rendah terhadap antigen tertentu, sehingga ditemukan keberhasilan vaksinasi yang tidak 100%.
Kualitas dan kuantitas vaksin
Vaksin adalah mikroorganisme yang diubah sedemikian rupa sehingga patogenisitasnya hilang tetapi masih tetap mengandung sifat antigenesitas
Faktor kualitas dan kuantitas yang dapat menentukan kkeberhasilan vaksinasi
• Cara pemberian
• Dosis
• Frekuensi dan jarak pemberian
• Jenis vaksin
Jenis vaksin
Live Attenuated yaitu bakteri atau virus hidup yang dilemahkan
Virus : campak, gondongan, rubella, Polio sabin, demam kuning
Bakteri : kuman TBC (BCG) dan demam tifoid oral
Inactivated yaitu bakteri atau virus atau komponennya yang dibuat tidak aktif atau dimatikan
Virus : influenza, Polio salk, rabies, hepatitis A
Bakteri : pertusis (DPT), typoid, kolera
Racun kuman seperti toksoid : dipteri toksoid (DPT), tetanus (TT)
Polisakarida murni : pneumokokkus, meningokokus dan haemophylus influenza
Vaksin yang dibuat dari protein : hepatitis B
Rantai vaksin
Adalah suatu prosedur yang digunakan untuk menjaga vaksin pada suhu tertentu yang telah ditetapkan agar memiliki potensi yang baik mulai dari pembuatan vaksin sampai pada saat pemberinanya pada sasaran
Sifat vaksin
Vaksin yang sensitif terhadap beku
Yaitu golongan vaksin yang akan rusak bila terpapar dengan suhu dingin atau suhu pembekuan. Contoh : hepatitis B, DPT-HB, DPT, DT, dan TT
Vaksin Pada suhu Dapat bertahan selama
Hep B, DPT-HB -0,5 ᴼC Max ½ jam
DPT, DT, TT -0,5ᴼC sd -10ᴼC Mak 1,5-2 jam
DPT, DPT-HB, DT Beberapa ᴼC diatas suhu udara luar (ambient temperatur <34ᴼC) 14 hari
Hep B dan TT Beberapa C diatas suhu udara luar (ambient temperatur <34ᴼC) 30 hari
Vaksin yang sensitif terhadap panas
Yaitu golongan yang akan rusak bila terpapar dengan suhu panas yang berlebihan. Contoh : polio, BCG dan campak
Vaksin Pada suhu Dapat bertahan selama
Polio Beberapa C diatas suhu udara luar (ambient temperatur <34ᴼC) 14 hari
Campak dan BCG Beberapa C diatas suhu udara luar (ambient temperatur <34ᴼC) 30 hari
Penanganan vaksin sisa
• Sisa vaksin yang telah dibuka pada pelayanan di posyandu tidak boleh dipergunakan lagi
• Sedang pelayanan imunisasi statis (di puskesmas, poliklinik), sisa vaksin dapat dipergunakan lagi dengan ketentuan sebagai berikut :
o Vaksin tidak melewati tanggal kadaluarsa
o Tetap disimpan dalam suhu +2ᴼC sd 8ᴼC
o Kemasan vaksin tidak pernah tercampur/terendam dengan air
o VVM tidak menunjukan indikasi paparan panas yang merusak
o Pada label agar ditulis tanggal pada saat vial pertama kali dipakai/dibuka
o Vaksin DPT, DT, TT, hepatitis B dan DPT-HB dapat digunakan kembali hingga 4 minggu sejak vial vaksin dibuka
o Vaksin polio dapat digunakan kembali hingga 3 minggu sejak vial dibuka
o Vaksin campak karena tidak mengandung zat pengawet hanya boleh digunakan tidak lebih dari 8 jam sejak dilarutkan. Sedangkan vaksin BCG hanya boleh digunakan 3 jam setelah dilarutkan
Tata cara pemberian imunisasi
• Memberitahukan secara rinci tentang resiko vaksinasi dan resiko apabila tidak divaksinasi
• Periksa kembali persiapan untuk melakukan pelayanan bila terjadi reaksi ikutan yang tidak diharapkan
• Baca tentang teliti informasi tentang produk (vaksin) yang akan diberikan, jangan lupa mengenai persetujuan yang telah diberikan
• Melakukan tanya jawab dengan orang tua atau pengasuhnya sebelum melakukan imunisasi
• Tinjau kembali apakah ada kontra indikasi terhadap vaksin yang akan diberikan
• Periksa identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik bila diperlukan
• Periksa jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah disimpan dengan baik
• Periksa vaksin yang akan diberikan apakah tampak tanda-tanda perubahan, periksa tanggal kadaluarsa dan catat hal-hal istimewa, misalnya perubahan warna menunjukan adanya kerusakan
• Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan ditawarkan pula vaksin lain untuk imunisasi tertinggal bila diperlukan
• Berikan vaksin dengan teknik yang benar yaitu mengenai pemilihan jarum suntik, sudut arah jarum suntik, lokasi suntikan dan posisi penerima vaksin
Setelah pemberian vaksin
• Berilah petunjuk kepada orang tua atau pengasuh apa yang harus dikerjakan dalam kejadian reaksi yang biasa atau reaksi ikutan yang lebih berat
• Catat imunisasi dalam rekam medis pribadi dan dalam catatan klinis
• Periksa status imunisasi anggota keluarga lainnya dan tawarkan vaksinasi untuk mengejar ketinggalan bila diperlukan
• Dalam situasi yang dilaksanakan untuk kelompok besar, pengaturan secara rinci bervariasi, namun rekomendasi tetap seperti diatas dan berpegang pada prinsip-prinsip higienis, surat persetujuan yang valid dan pemeriksaan/penilaian sebelum imunisasi harus dikerjakan
Pengenceran
Vaksin kering yang beku harus diencerkan dengan cairan pelarut khusus dan digunakan dalam periode tertentu
Pemberian vaksin pada bayi
Vaksin BCG BCG, DPT-Hep B, Hep B
Tempat suntikan Lengan kanan atas luar Paha tengah luar
Cara penyuntikan Intracutan Intramuscular/subcutan dalam
Dosis 0,05 cc 0,5 ml
Ukuran jarum 10 mm, ukuran 26 25 mm, ukuran 23
jenis Bubuk+pelarut Siap pakai
Vaksin Campak Polio
Tempat suntikan Lengan kiri atas Mulut
Cara penyuntikan Subcutan Diteteskan di mulut
Dosis 0,5 ml 2 tetes
Ukuran jarum 25 mm, ukuran 23
Jenis Siap pakai Botol dengan alat tetes mulut
Teknik dasar dan petunjuk keamanan pemberian vaksin
• Bagian tengah tutup botol metal dibuka sehingga kelihatan karet (tutup karet di desinfeksi)
• Tiap suntikan harus digunakan semprit dan jarum baru sekali pakai dan steril
• Sebaiknya tidak digunakan botol vaksin yang multidosis
• Kulit yang akan disuntik dibersihkan
• Semprit dan jarum harus dibuang dalam tempat tertutup dan diberi label tidak mudah robek dan bocor
• Tempat pembuangan jarum suntik bekas harus dijauhkan dari jangkauan anak-anak
JADWAL IMUNISASI WAJIB (PPI)
VAKSIN PROGRAM PENGEMBANGAN IMUNISASI (PPI)
• Vaksin BCG
• Vaksin Hepatitis B
• Vaksin Difteria, Pertusis, Tetanus (DPT)
• Vaksin Polio
• Vaksin Campak
VAKSIN BCG (Bacille Calmette Guerin)
• BCG adalah vaksin hidup yang dibuat dari mycobacterium bovis yang dibiakkan secara berulang selama 13 tahun (basil tidak virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas)
• Indikasi yaitu untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit tuberculosis (TBC) dimana vaksin BCG tidak mencegah infeksi TBC tetapi mengurangi resiko TBC berat seperti meningitis, TBC tulang
• Efek proteksi timbul 8-12 minggu setelah penyuntikan
• Cara pemberian dan dosis vaksin
Yaitu vaksin dilarutkan dulu dengan 4 cc pelarut, vaksin yang dilarutkan harus dibuang dalam 3 jam, dosis pada bayi < 1 tahun 0,05 ml sedangkan pada anak > 1 tahun 0,10 ml. Vaksin ini disuntikan secara intracutan pada daerah lengan kanan atas (insertio musculus deltoideus)
• Penyimpanan vaksin
Vaksin disimpan pada suhu 2-8ᴼC, tidak boleh beku dan tidak boleh terkena sinar matahari
• Vaksin yang sudah dilarutkan harus digunakan sebelum lewat dari 3 jam
Jadwal pemberian
• Diberikan pada bayi 0-12 bulan tapi sebaiknya diberikan pada umur ≤2 bulan
• Apabila diberikan >3 bulan harus terlebih dahulu dilakukan uji tuberkulin (mantoux)
• Vaksinasi ulang, yaitu 5-7 tahun dan 12-15 tahun (jika uji tuberkulin negatif)
• Khasiat BCG selama 3 tahun dan lama kekebalan selama 9 tahun
Efek samping
• Tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum
• Pada tempat penyuntikan terjadi ulkus lokal yang timbul 2-3 minggu setelah penyuntikan dan meninggalkan luka parut dengan diameter 4-8 mm
• Kadang-kadang terjadi pembesaran kelenjar regional di axila (ketiak) atau leher. Tergantung pada umur dan dosis yang dipakai, biasanya akan sembuh sendiri
Indikasi kontra
• Reaksi uji tuberkulin > 5 mm
• Sedang menderita HIV atau resiko tinggi infeksi HIV, imunokompromais akibat pengobatan kortikosteroid (leukimia), mendapat pengobatan radiasi, penyakit keganasan yang mengenai sumsum tulang atau sistem limfe
• Anak menderita gizi buruk
• Menderita demam tinggi
• Menderita infeksi kulit yang luas
• Pernah/masih menderita TBC
• Kehamilan
Proteksi
• Mulai 8-12 minggu pasca vaksinasi
• Daya lindung hanya 42% (WHO 50-78%)
• Mencegah TB berat 60-80%
VAKSIN HEPATITIS B
• Untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit hepatitis B
• Rekombinan DNA sel ragi tidak infeksius
• Pencegahan dapat diberikan dengan imunisasi pasif ataupun imunisasi aktif
Imunisasi pasif
• Dilakukan dengan pemberian imunoglobulin
IG/ISG (Immune Serum Globulin)
HBIG (Hepatitis B Immune Globulin)
• Diberikan baik sebelum terjadinya paparan (preexposure) maupun setelah terjadinya paparan (postexposure)
• Indikasi utama pemberian imunisasi pasif
o Paparan dengan darah yang mengandung HbsAg, baik melalui kulit maupun mukosa
o Paparan seksual dengan pengidap HbsAg (+)
o Paparan perinatal ibu dengan HbsAg (+)
Pemberian vaksin
• Pada kecelakaan jarum suntik
Dosis : 0,06 ml/kg maks 5 ml harus diberikan dalam waktu 24 jam, diulangi 1 bulan kemudian
• Paparan seksual
Dosis tunggal 0,06 ml/kg, dosis maks 5 ml harus diberikan dalam jangka waktu 2 minggu
• Paparan perinatal
Dosis : 0,5 ml harus diberikan sebelum 48 jam
Imunisasi aktif
Dilakukan dengan pemberian partikel HbsAg yang tidak infeksius
Ada 3 jenis vaksin hepatitis B
• Vaksin yang berasal dari plasma
• Vaksin yang dibuat dengan teknik rekayasa genetika
• Vaksin polipeptida
Vaksin yang beredar di Indonesia
• Hevac-B (dosis ; dewasa 5 ug, anak 2,5 ug, pada ibu HbsAg (+) dosis 2x lipat)
• Hepaccine (dosis : dewasa 2 ug, anak 1,5 ug)
• B-Hepavac II (dosis ; dewasa 10 ug, anak 5 ug)
• Hepa-B (dosis : dewasa 20 ug)
• Engerix-B (dosis : anak 10 ug)
• Penyuntikan dilakukan secara intramuscular, didaerah deltoid atau paha anterior (jangan dilakukan didaerah bokong)
• Efek samping yang terjadi umumnya ringan, seperti nyeri, bengkak, panas, mual, nyeri sendi maupun otot
Jadwal pemberian
• Imunisasi Hb diberikan sedini mungkin setelah lahir
• Pemberian imunisasi Hb harus berdasarkan status HbsAg ibu pada saat melahirkan
Bayi lahir dari ibu yang tidak diketahui status HbsAg nya
Vaksin rekombinan (Hb Vax-II 5 ug at Engerix-B10ug) atau vaksin plasma derived 10 ug (dalam waktu 12 jam), dosis kedua pada usia 1-2 bulan, dosis ketiga pada usia 6 bulan
Bayi lahir dari ibu yang HbsAg nya (+)
Diberikan 0,5 ml HBIG dan vaksin rekombinan secara bersamaan di sisi tubuh yang berbeda dalam waktu 12 jam, dosis kedua pada usia 1-2 bulan, dosis ketiga pada usia 6 bulan
Bayi lahir dari ibu yang HbsAg nya (-)
Diberikan vaksin rekombinan atau vaksin plasma derived pada umur 2-6 bulan, dosis kedua pada 1-2 bulan kemudian, dosis ketiga diberikan 6 bulan setelah imunisasi kesatu
• Idealnya dilakukan Px anti HbsAg (paling cepat 1 bulan)
• Imunisasi ulang Hb (pada umur 10-12 tahun)
Kejadian ikutan pasca imunisasi
• Reaksi lokal kemerahan, nyeri, bengkak, demam ringan 2 hari
• Reaksi sistemik : mual muntah, nyeri kepala, nyeri otot, nyeri sendi
Indikasi kontra
Sampai saat ini belum dipastikan adanya kontra indikasi absolut terhadap pemberian imunisasi hb terkecuali pada ibu hamil, laergi pada komponen vaksin, demam tinggi.
VAKSIN DPT
Tujuan pemberian vaksin ini adalah untuk memberikan kekebalan aktif yang bersamaan terhadap penyakit Difteri, Pertusis dan Tetanus
Difteri dan tetanus : toksoid yang dimurnikan
Pertusis : bakteri mati, terabsorbsi dalam alumunium fosfat
Tiap 1 ml terdiri dari 40Lf toksoid difteria, 24 OU pertusis, 15 Lf toksoid tetanus, alumunium fosfat 3 mg, thimerosal 0,1 mg
Toksoid Difteria
• Untuk imunisasi primer terhadap difteri digunakan toksoid difteri (alum precipitated formol toxoid) yang digabung dengan tetanus toxoid dan vaksin pertusis
• Imunisasi rutin pada anak, diberikan dengan 5 dosis yaitu pada usia 2, 4, 6 bulan yang diberikan bersamaan dengan polio. Dosis ulangan pada 15-18 bulan dan saat masuk sekolah harus diberikan sekurang-kurangnya 6 bulan setelah dosis ketiga
• Kombinasi toxoid difteri dan tetanus (DT)
Vaksin pertusis
• Untuk imunisasi yang dipakai adalah vaksin pertusis whole-cell (alum precipitated vaccine) yaitu vaksin yang merupakan suspensi kuman B pertusis mati
• Umumnya diberikan kombinasi bersama toxoid difteri dan tetanus
Toksoid tetanus
• Vaksin tetanus dikenal 2 macam vaksin yaitu :
Vaksin yang digunakan untuk imunisasi aktif adalah toxoid tetanus yang telah dilemahkan
• Kemasan tunggal (TT)
• Kemasan dengan vaksin difteri (DT)
• Kemasan dengan vaksin difteri dan pertusis (DPT)
Kuman yang telah dimatikan yang digunakan untuk imunisasi pasif (ATS)
Jadwal pemberian
Upaya depkes dan kesos melaksanakan program eliminasi tetanus neonatorum (ETN) DPT I, DT atau TT dilaksanakan berdasarkan perkiraan lama waktu perlindungan sebagai berikut :
• Imunisasi DPT 3x akan memberikan imunitas 1-3 tahun. Dengan 3 dosis toxoid tetannus pada bayi, dihitung setara dengan 2 dosis toxoid pad anak besar atau dewasa
• Ulangan DPT pada umur 18-24 bulan (DPT 4) akan memperpanjang imunitas 5 tahun yaitu sampai dengan umur 6-7 tahun. Dengan 4 dosis toxoid tetanus pada bayi dan anak dihitung setara dengan 3 dosis pada dewasa
• Toxoid tetanus kelima (DPT 5) diberikan pada usia sekolah, akan memperpanjang imunitas 10 tahun lagi sampai umur 17-18 tahun. Dengan 5 toxoid tetanus pada anak dihitung setara dengan 4 dosis toxoid dewasa
• Tetanus toxoid tambahan yang diberikan pada tahun berikutnya di sekolah (DT 6 atau DT) akan memperpanjang imunitas 20 tahun lagi. Dengan 6 dosis toxoid tetanus pada anak dihitung setara dengan 5 dosis toxoid pada dewasa
• Jadi PPI merekomendasikan tetanus toxoid (DPT, DT, TT) 5x untuk memberikan perlindungan seumur hidup sehingga wanita usia subur (WUS) mendapat perlindungan terhadap bayi yang dilahirkan terhadap tetanus neonatorum.
Imunisasi Spacing Masa perlindungan Tujuan
T1 Mengembangkan kekebalan tubuh pada infeksi
T2 4 pekan setelah T1 3 tahun Menyempurnakan kekebalan
T3 6 bulan setelah T2 5 tahun Menguatkan kekebalan
T4 1 tahun setelah T3 10 tahun Menguatkan kekebalan
T5 1 tahun setelah T4 25 tahun Mendapatkan kekebalan penuh
Indikasi kontra
• Riwayat anafilaksis
• Ensefalopati pasca DPT sebelumnya
KIPI
• Lokal : bengkak, kemerahan, nyeri pada tempat suntikan
• Demam, gelisah, menangis terus menerus
• Reaksi anafilaktik, ensefalopati 1/50.000 dosis
VAKSIN POLIO
Ada 2 macam jenis vaksin polio
• Vaksin virus polio oral (OPV)
• Vaksin polio inactivated (IPV)
Vaksin virus polio oral (OPV)
• OPV berisi virus polio tipe 1, 2 dan 3 adalah strain/suku sabin yang masih hidup tapi sudah dilemahkan (attenuated), vaksin ini dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera yang distabilkan dengan sukrosa
• Vaksin ini digunakan secara rutin sejak bayi lahir dengan dosis 2 tetes oral. Virus vaksin ini kemudian menempatkan diri di usus san memacu pembentukan antibodi baik dalam darah maupun pada epitelium usus, yang menghasilkan pertahanan lokal terhadap virus polio liar yang datang masuk kemudian
• Vaksin polio oral harus disimpan tertutup pada suhu 2-8ᴼC. OPV dapat disimpan beku pada temperatur 20ᴼC. Vaksin yang beku dapat cepat dicairkan dengan cara ditempatkan antara kedua telapak tangan dan digulir-gulirkan, dijaga agar warna tidak berubah yaitu merah muda sampai orange muda (sebagai indikator pH). Bila keadaan tersebut dapat terpenuhi, maka sisa vaksin yang telah terpakai dapat dibekukan lagi, kemudian dipakai lagi sampai warna berubah dengan catatan tanggal kadaluarsa harus selalu diperhatikan.
Vaksin polio inactivated (IPV) atau vaksin polio injeksi
• IPV berisi tipe 1, 2 dan 3 dibiakan pada sel-sel fero ginjal kera dan dibuat tidak aktif dengan formaldehid
• IPV harus disimpan pada suhu 2-8ᴼC dan tidak boleh dibekukan
• Pemberian dengan dosis 0,5 ml, SC 3x berturut-turut dengan jarak masing-masing dosis 2 bulan
• Imunitas mukosa yang ditimbulkan IPV lebih rendah dibandingkan dengan yang ditimbulkan OPV
• OPV diberikan pada BBL sebagai dosis awal, sesuai dengan Pengembangan Program Imunisasi (PPI) dan Program Eradiksi Polio (ERAPO) tahun 2000
• Kemudian diteruskan dengan imunisasi dasar mulai umur 2-3 bulan yang diberikan 3 dosis terpisah berturut-turut dengan interval waktu 6-8 minggu
• Satu dosis sebanyak 2 tetes (0,1 ml) diberikan per oral pada umur 2-3 bulan dapat diberikan bersama-sama waktunya dengan suntikan vaksin DPT dan hepatitis B
Imunisasi penguat (booster)
• Dosis penguat OPV harus diberikan sebelum masuk sekolah, yaitu bersamaan pada saat diberikan dosis DPT sebagai penguat
• Dosis OPV berikutnya harus diberikan pada umur 15-19 tahun atau sebelum meninggalkan sekolah
• Orang dewasa yang telah mendapatkan imunisasi sebelumnya, tidak diperlukan vaksinasi penguat, kecuali mereka yang dalam resiko khusus,
Imunisasi untuk orang dewasa
• Untuk orang dewasa sebagai imunisasi primer (dasar) dianjurkan diberikan 3 dosis berturut-turut OPV 2 tetes dengan jarak 4-8 minggu
• Interval minimal antara 2 dosis vaksinasi dapat diperpanjang dan dapat menyelesaikan vaksinasinya tanpa mengulang lagi
• Demua orang dewasa seharusnya divaksinasi terhadap poliomielinitis dan tidak boleh ada yang tertinggal
KIPI
Setelah vakisnasi, sebagian kecil resipien dapat mengalami gejala
• Pusing-pusing
• Diare ringan
• Sakit pada otot
Kontrai indikasi pemberian OPV
• Penyakit akut atau demam (suhu >38,5 C)
• Muntah atau diare
• Sedang dalam proses pengobatan kortikosteroid atau imuno supresif oral maupun suntikan, juga pengobatan radiasi umum
• Keganasan (untuk pasien dan kontak) yang berhubungan dengan sistem retikuloendotelial seperti limfoma, leukimia, dan anak dengan mekanisme imunologik yang terganggu, misal pada hipo-gamaglobulinemia
• Menderita infeksi HIV/anggota keluarga sebagai kontak
VAKSIN CAMPAK
Tahun 1963 dibuat dua jenis vaksin campak
• Vaksin yang berasal dari virus campak yang hidup dan dilemahkan, jangan terkena sinar matahari
• Vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan (virus campak yang berada dalam larutan formalin yang dicampur dengan garam alumunium)
• Tiap 0,5 ml mengandung 1000 u virus strain CAM 70, 100 mcg kanamisin, 30 mg eritromisin
Dosis dan cara pemberian
• Dosis minimal untuk vaksin yang dilemahkan adalah 0,5 ml secara subcutan atau intra muscular
• Jadwal pemberian campak pada bayi umur 9-11 bulan
• Imunisasi ulangan diberikan pada saat anak masuk sekolah usia 6-7 tahun dalam program BIAS
Reaksi KIPI
• Demam >39,5 C, biasanya setelah hari ke 5-6 dan berlangsung selama 2 hari
• Ruam, timbul pada hari ke 7-10 dan berlangsung selama 2-4 hari
Kontra indikasi
• Demam tinggi
• Sedang memperoleh pengobatan imunosupresi
• Hamil
• Mempunyai riwayat alergi
JADWAL IMUNISASI ANJURAN (NON PPI)
• Vaksin Haemophilus Influenza B (Hib)
• Vaksin Mumps Morbili Rubela (MMR)
• Vaksin Demam Thypoid
• Vaksin Hepatitis A
• Vaksin Varicella
Vaksin Haemophilus Influenza type B
• Yaitu Polisakarida H. Influenza tipe b dikonjugasikan pada toksoid tetanus, trometamol, sukrosa dan NaCl
• Suspensi berkabut keputihan
• Kombinasi dengan DTaP/DTwP
• Lokasi penyuntikan umur <2 tahun di paha mid anterolateral dan usia > 2 tahun di deltoid
Vaksin Mumps Morbili Rubela (MMR)
• Virus campak Schwarz hidup yang dilemahkan dalam embrio ayam
• Virus gondong Urabe dibiak dalam telur ayam
• Virus rubela Wistar dibiak pada sel deploid manusia
• Penyuntikan dilakukan secara subcutan atau intramuscular
• Direkomendasikan pada usia 12-18 bulan
• Serokonversi pada >95% kasus
• Kontraindikasi : imunodepresi, hamil, pasca imunoglobulin, transfusi darah (tunda 6-12 minggu).
• Tetap diberikan pada anak yang pernah campak, gondongan ataupun rubella
• Tidak ada bukti sahih berkaitan dengan autisme
Vaksin Demam Thypoid
• Komposisi terdiri dari polisakarida kapsul VI Salmonella typhi, Fenol, Nacl, NaHPO3H
• Diberikan secara intramuscular, pada usia > 2 tahun
• Imunitas 2-3 minggu pasca vaksinasi
• Imunogenitas rendah pada umur < 2 tahun
• Perlindungan 3 tahun
• Tidak melindungi terhadap Salmonella paratyphi A dan B
Vaksin Hepatitis A
• Virus inaktif dalam formaldehid
• Indikasi : anak usia > 2 tahun, endemis, sering transfusi (hemofilia), tinggal di panti asuhan
• Indikasi kontra : demam, infeksi akut, hipersensitif terhadap komponen vaksin
• Diberikan secara intramuscular
• Protektif pada 95-100%
Vaksin Varisela
• Virus hidup dilemahkan, strain Oka
• Diberikan secara subcutan
• Kontra indikasi : demam, sakit akut
• Jangan diberikan bersama vaksin hidup lain
• Jangan hamil dalam 2 bulan
• Tidak efektif bila transfusi gamma globulin
• Diberikan pada anak usia 1-13 tahun
• Rekomendasi IDAI muali usia 5 tahun
• Serokonversi : 94% (2 minggu setelah vaksinasi), 100% (6 minggu setelah vaksinasi)
• Aman, efektif dan ekonomis
Vaksin Influenza-1
• Virus tidak aktif dalam prefilled syringe (PFS)
• Bahan lain : telur, neomisin, formaldehid
• Penyimpanan pada suhu 2-8ᴼC , jangan terkena sinar matahari maupun beku
• Tiap tahun starin dapat berbeda berdasarkan rekomendasi WHO : selatan dan utara
• Strain 2004 untuk daerah selatan
o H1N1 (new Caledonia/20/99)
o H3N2 (Fujian/411/2002)
o Hongkong/330/2001
o Penyuntikan dilakukan secara intramuscular atau subcutan
6-35 bulan dosis 0,25 ml, >36 bulan dosis 0,5 ml, <8 tahun perlu booster 4 minggu kemudian
• Vaksinasi diulang tiap tahun
Vaksin kombinasi (tetract-Hib dan Infantrix-Hib)
• Tetract-Hib : kombinasi DPwT+Hib
• Infanrix-Hib : kombinasi DPaT+Hib
DPwT/DpaT dalam vial, Hib dalam PFS (prefilled syringe)
• Sebelum disuntikan, dicampur dengan menyedot DPwT/DpaT ke dalam PFS Hib
• Kontra indikasi
Sama dengan komponen masing-masing vaksin
Vaksin Pneumokokkus (Prevenar)
• Terdiri dari 7 sakarida yang berbeda (serotipe 4, 6B, 9V, 14, 18C, 19F, 23F)
• Konjugasi dengan 20 ug dari masing-masing 6 serotipe
• Bebas pengawet dan bebas thimerosal
• Dosis 0,5 ml diberikan secara intramuscular
• Manfaat : mengurangi resiko invasive pneumococcal disease (IPD), radang paru (pneumonia), radang telinga tengah dan pengobatannya, pembawa kuman (nashoparyngeal carriage), Occult becteremia, dan mungkin efektif pada anak yang tak responsif dengan vaksin pneumokokkus polisakarida (PPV)
Sumber
Diktat kuliah
Modul 2 : EPI vaccines. 1998. Hal 2. Geneva
Pedoman imunisasi di Indonesia. 2005. hal 88
Vademecum biofarma. 2002
WHO : expanded programme or immunization . immunization in practice
Posted in BBL, ilmu kesehatan anak, MTBS

Romeltea Media
PENGERTIAN IMUNISASI Updated at:

 
back to top